Sukses

KPK Ancam Jemput Paksa Ali Fahmi Perantara Kasus Suap Bakamla

Fahmi telah mangkir dua kali dari panggilan Jaksa KPK untuk bersaksi dalam kasus suap Bakamla.

Liputan6.com, Jakarta - Ali Fahmi atau Fahmi Habsyi, perantara suap dalam kasus suap di Bakamla telah dua kali dipanggil KPK namun dua kali pula dia mangkir dari panggilan tersebut. Untuk itu, KPK secara tegas meminta kepada majelis hakim dalam persidangan kasus ini untuk memanggil secara paksa terhadap Fahmi.

"Kami meminta kepada hakim untuk melakukan pemanggilan paksa terhadap salah satu seorang saksi yang telah dipanggil dua kali secara patut yaitu Ali Fahmi atau Fahmi Habsyi," tutur juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta Selatan, Senin 10 April 2017.

Febri mengimbau agar Fahmi dapat datang memenuhi panggilan penyidik sebagai saksi dalam kasus ini. "Kami harap saksi dapat datang sebagai saksi, jika tidak kami akan pertimbangkan pemanggilan paksa," sambung dia.

Ali Fahmi yang merupakan Staf Ahli Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) sebelumnya kembali absen dari panggilan Jaksa Penuntut Umum KPK. Pemanggilan Fahmi sebagai saksi untuk terdakwa Fahmi Dharmawansyah, terkait kasus dugaan suap proyek satelit pemantau di Bakamla.

Fahmi telah mangkir dua kali dari panggilan Jaksa KPK untuk bersaksi.

Nama Ali Fahmi muncul dari pernyataan pengacara Fahmi Darmawansyah (FD), Maqdir Ismail yang menyebut ada perantara yang menghubungkan Eko Susilo Hadi (ESH) dengan suami aktris Inneke Koesherawati.

Dalam kasus dugaan suap di Bakamla ini, KPK ‎telah menetapkan empat tersangka. Mereka adalah Deputi Informasi Hukum dan Kerjasama Bakamla, Eko Susilo Hadi‎ serta tiga pejabat PT Merial Esa yakni Fahmi Dharmawansyah, Hardi Stefanus, dan ‎Muhammad Adami Okta.‎

Ketiga pejabat PT ME sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU 31 Tahun 1999 tentang Tipikor, sebagaimana telah diubah pada UU 20 Tahun 2001 jo 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sementara, Eko Susilo sebagai penerima suap dalam kasus Bakamla, KPK menyangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan tipikor sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001.

Video Terkini