Liputan6.com, Jakarta - Imigrasi telah mencegah Ketua DPR Setya Novanto untuk bepergian ke luar negeri. Menanggapi hal itu, Setya Novanto mengaku menghormati proses tersebut.
"Masalah pencegahan di luar negeri saya baru tahu tadi, saya menghargai dan tentu apa pun yang diputuskan saya sangat memberikan dukungan atas proses hukum yang berlaku di Indonesia," kaya Setya Novanto di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (11/4/2017).
Politikus Golkar ini menyatakan, dirinya siap kapan pun dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk dimintai keterangan terkait kasus e-KTP yang sempat menyeret namanya.
Advertisement
"Saya siap kapan pun diundang atau dipanggil KPK karena ini proses hukum yang harus saya patuhi. Saya setiap saat selalu siap diundang. Selalu kita siap meskipun secara UU MD3 proses undangan ini harus melalui proses izin Presiden. Tapi saya selalu dalam undangan saya selalu datang tanpa proses yang ada," beber dia.
Ia berujar, sebagai warga negara yang baik akan selalu menaati proses hukum di Indonesia yang tengah dijalaninya.
"Saya sebagai warga negara yang harus mematuhi masalah hukum dan saya harapkan ini bisa secara tuntas bisa selesai dengan sebaik-baiknya. Dan saya akan dengan sabar untuk bisa melakukan apa yang saya ketahui apa yang saya dengar dan apa yang saya lakukan," ujar Novanto.
Dalam kasus korupsi e-KTP, Setya Novanto diduga ikut 'kecipratan' aliran dana megaproyek yang merugikan negara Rp 2,3 triliun. Pada dakwaan juga disebut Setya Novanto dan Andi Narogong menerima uang suap sejumlah Rp 574 miliar.
Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto membantah isi dakwaan tersebut. Ia menegaskan, dirinya tidak pernah bertemu dengan Muhammad Nazaruddin, Anas Urbaningrum, dan pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong.
Dirinya pun dengan tegas mengatakan, tidak pernah menerima apa pun dari aliran dana e-KTP. "Saya tidak pernah menerima uang sepeser pun dari e-KTP," ujar Setya Novanto.