Sukses

Ketua KPK: Setya Novanto Dicegah Karena Saksi Penting

Sementara itu, Setya Novanto mengaku menghormati proses pencegahannya tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPR Setya Novanto dicegah bepergian ke luar negeri. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Imigrasi mencegah Setya, karena Ketua Umum Partai Golkar ini merupakan saksi penting untuk tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP Andi Agustinus alias Andi Narogong.

"Kan dia saksi penting untuk Andi Narogong," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (11/4/2017).

Dia menjelaskan, setelah KPK mencegah Setya Novanto bepergian ke luar negeri, pihaknya akan mengikuti apa yang terjadi dalam proses persidangan kasus korupsi e-KTP.

"Kita ikuti proses persidangan dulu saja. Jadi kita ikuti saja," pungkas Agus.

Sementara itu, Setya Novanto mengaku menghormati proses pencegahannya tersebut.

"Masalah pencegahan di luar negeri saya baru tahu tadi, saya menghargai dan tentu apa pun yang diputuskan saya sangat memberikan dukungan atas proses hukum yang berlaku di Indonesia," kaya Setya Novanto di Gedung DPR.

Ketua DPR Setya Novanto dicegah bepergian keluar negeri selama enam bulan ke depan. Direktur Jenderal Imigrasi Ronny F Sompie mengatakan, sudah sejak kemarin malam Dirjen Imigrasi menerima Surat Permintaan Pencegahan untuk tidak bepergian keluar negeri dari KPK.

"Langsung dimasukkan ke dalam Sistem Informasi dan Manajemen Keimigrasian untuk berlaku selama enam bulan," kata Ronny F Sompie seperti dikutip dari Antara.

Dalam dakwaan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman serta mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan, Sugiharto, dalam perkara korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP), nama Setya Novanto sering muncul sebagai salah satu pihak yang berperan dalam pengadaan e-KTP dengan total anggaran Rp 5,95 triliun.

Antara lain menghadiri pertemuan di Hotel Grand Melia pada 2010 yang dihadiri Irman, Sugiharto, Andi Agustinus alias Andi Narogong, dan Diah Anggraini yang ketika itu menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri.

Dalam pertemuan itu, Setya Novanto menyatakan dukungannya dalam pembahasan anggaran proyek penerapan e-KTP.

Pada Juli-Agustus 2010, ketika DPR mulai membahas Rencana APBN 2011, Andi Agustinus beberapa kali bertemu Setya Novanto, Anas Urbaningrum, dan Nazaruddin yang dianggap sebagai representasi Partai Golkar dan Partai Demokrat yang dapat mendorong Komisi II menyetujui proyek pengadaan e-KTP.

Proses pembahasan akan dikawal Fraksi Partai Demokrat dan Golkar dengan kompensasi, Andi memberikan bayaran kepada anggota DPR dan pejabat Kementerian Dalam Negeri.

Sebagai imbalan, Setya Novanto dan Andi Agustinus mendapat 11 persen atau Rp 574,2 miliar, sedangkan Partai Golkar mendapat Rp 150 miliar.

Selain Irman dan Sugiharto, KPK juga sudah menetapkan Andi Agustinus alias Andi Narogong dan mantan anggota Komisi II dari Fraksi Hanura Miryam S Haryani sebagai tersangka dalam perkara ini.

Ketua DPR RI Setya Novanto dalam keterangan di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, mengaku tak pernah menerima aliran dana suap dari proyek e-KTP.

"Tidak pernah Yang Mulia," kata Setya Novanto yang dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Irman dan Sugiharto, dalam sidang kasus korupsi e-KTP, Kamis 6 April 2017.

Setya Novanto juga mengaku tak tahu secara detail mengenai proyek e-KTP. Meski jabatannya pada saat itu sebagai Ketua Fraksi, dia hanya mendapat laporan terkait rapat pembahasan e-KTP dengan Komisi II DPR melalui Chairuman Harahap. Chairuman sendiri saat itu Ketua Komisi II DPR.

Â