Sukses

Novel Baswedan, Mantan Polisi yang Menjadi Ujung Tombak KPK

Salah satunya, Novel Baswedan mengungkap kasus megakorupsi proyek e-KTP yang telah merugikan negara Rp 2,3 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - Selasa subuh, 11 April 2017, penyidik senior KPK Novel Baswedan keluar dari masjid dan berjalan menuju rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Baru setengah perjalanan, tiba-tiba dua orang yang berboncengan sepeda motor matic menyiram air keras ke wajah penyidik senior KPK itu.

Mendapat serangan mendadak itu, Novel kata sejumlah warga di tempat tinggal sang penyidik, bergegas mencari air untuk membasuh mukanya. Karena tergesa-gesa, Novel menabrak pohon dan menyebabkan dahinya bengkak.

Bukan kali ini saja Novel mengalami tindak kekerasan. Sejak bertugas sebagai penyidik KPK, serangkaian teror telah dialami sepupu calon gubernur Anies Baswedan ini.

Novel Baswedan sendiri merupakan penyidik andal KPK. Dalam usia relatif muda, Novel yang lahir di Semarang, Jawa Tengah, pada 22 Juni 1977, telah mengungkap kasus-kasus besar di KPK.

Berikut perjalanan karir Novel Baswedan hingga akhirnya menjadi bagian dari KPK.

Novel memulai karir sebagai anggota Polri setelah lulus dari Akademi Polisi pada 1998. Pada 1999, ia ditugaskan di Polres Bengkulu sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasatreskrim) dengan pangkat Komisaris. Di sini, Novel bertugas hingga 2005.

Karier Novel di Polres Bengkulu terbilang moncer. Meski demikian, ia sempat tersandung kasus penganiayaan pencuri burung walet hingga menyebabkan si pencuri tewas.

Karena dalam kasus ini bukan Novel yang langsung menembak si pencuri, melainkan anak buahnya, karier Novel pun selamat.

Novel Baswedan kemudian ditarik ke Bareskrim Polri dan pada Januari 2007, suami Rina Emilda mulai bertugas sebagai penyidik KPK.

2 dari 3 halaman

Kasus Besar yang Ditangani

Banyak kasus korupsi besar berhasil diungkap KPK berkat sepak terjang Novel.

Pada 2011, Novel menangani perkara suap Wisma Atlet Sea Games Palembang yang telah merugikan negara Rp 30 miliar dan pengadaan Alkes dengan nilai Rp 7 milira. Tersangka dalam kasus ini yakni Muhammad Nazaruddin, bekas Bendahara Umum Partai Demokrat berhasil dijebloskan ke penjara.

Masih pada 2011, Novel menyidik kasus suap pemilihan Dewan Gubernur Senior Bank Indonesia dengan tersangka Nunun Nurbaeti Daradjatun. Kasus ini telah merugikan negara Rp 20,8 miliar.

Pada 2011 Novel juga terlibat dalam pengungkapakn kasus suap dana percepatan infrastruktur daerah yang menjadikan Wa Ode Nurhayati sebagai tersangka.

Lalu pada 2012, Novel mengungkap kasus korupsi simulator SIM yang menyeret Kepala Korlantas Polri Irjen Djoko Susilo sebagai tersangka. Kerugian negara di kasus ini Rp 121 miliar.

Di 2012, Novel juga terlibat dalam penangkapan Amran Batalipu terkait suap penerbitan hak guna usaha perkebunan di Buol.

Kasus lain yang ditangani pada 2012 adalah korupsi PON Riau yang menyeret Gubernur Riau Rusli Zainal saat itu.

Selanjutnya pada 2013, Novel menangani kasus suap kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian dengan tersangka Ahmad Fathanah dan Luthfi Hasan Ishaq.

Kasus besar lain yang ditangani pada 2013 yakni jual beli perkara sengketa pilkada di MK dan pencucian uang dengan tersangka Akil Mochtar. Kerugian negara dalam kasus ini yakni Rp 46 miliar dan Rp 181 miliar.

Terbaru, Novel mengungkap kasus megakorupsi proyek e-KTP yang telah merugikan negara Rp 2,3 triliun. Tiga orang telah menjadi tersangka, satu orang lainnya yakni Miryam S Haryani menjadi tersangka karena keterangan palsu dalam perkara e-KTP.

3 dari 3 halaman

Upaya Kriminalisasi

 

Perjalanan Novel mengungkap kasus-kasus korupsi itu tidaklah berjalan mulus. Kejujuran dan sikap tidak pandang bulu yang selalu ditanamkan dalam dirinya, telah membuatnya mengalami serangkaian aksi kriminalisasi yang berusaha dilakukan pihak lain terhadap bapak lima anak itu.

Ketika menangani kasus suap simulator SIM yang menyeret petinggi Polri, Novel yang memimpin penyidikan, diperkarakan terkait penganiayaan pencuri sarang burung walet. Saat itu, pada 2012, puluhan personel polisi mengepung gedung KPK hanya untuk menangkap Novel.

Saat menyidik dugaan suap dan gratifikasi Budi Gunawan, polisi kembali memperkarakan Novel dengan kasus yang sama. Lagi-lagi kasus itu gagal menjebloskan Novel ke penjara karena memang Novel bukan pelaku.

Terakhir pada 21 Maret 2017, Novel diberikan Surat Peringatan (SP) 2 terkait langkahnya keberatan dengan dengan keinginan Direktur Penyidikan KPK Aris Budiman untuk merekrut perwira tinggi Polri menjadi Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) penyidikan KPK.

Namun SP2 itu gugur setelah Wadah Pegawai KPK melawan keputusan yang dikeluarkan oleh Ketua KPK Agus Rahardjo tersebut.

Video Terkini