Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan suap pengadaan satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla).
"KPK tetapkan satu orang tersangka lagi yaitu NH (Nofel Hasan), Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi di Bakamla. Dalam pengembangan kasus ini, KPK menetapkan NH sebagai tersangka," ungkap Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Jakarta Selatan, Rabu (12/4/2017).
Dia mengatakan Nofel Hasan diduga bersama-sama menerima hadiah dan janji. Diketahui atau patut diduga, dia menerima hadiah untuk melakukan dan tidak melakukan sesuatu terkait jabatannya yang tidak berkaitan dengan kewenangannya dalam pengadaan satelit di Bakamla pada APBN 2016.
Advertisement
"NH diduga bersama-sama dengan pihak lain menerima US$ 104.500 dari nilai kontrak sebesar Rp 220 miliar dalam kasus Bakamla," tutur Febri di Gedung KPK.
Pada sidang salah satu terdakwa dalam kasus ini terungkap Fahmi Dharmawansyah pernah menawarkan sebuah bangunan di daerah Menteng Jakarta Pusat kepada Kepala Bakamla Laksamana Madya Arie Soedowo.
Fahmi juga menyebut telah memberi uang senilai Rp 1 miliar kepada Bambang Udoyo dan Nofel Hasan sebagai Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi di Bakamla.
Nofel merupakan tersangka kelima dalam kasus tersebut. Sebelumnya, KPK telah menetapkan empat tersangka di kasus dugaan suap di Bakamla ini. Empat orang yang telah ditetapkan tersangka adalah Deputi Informasi Hukum dan Kerjasama Bakamla, Eko Susilo Hadi serta tiga pejabat PT Mertial Esa yakni Fahmi Dharmawansyah, Hardi Stefanus, dan Muhammad Adami Okta.
Ketiga pejabat PT ME sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana telah diubah pada UU 20 Tahun 2001 jo 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Untuk Eko Susilo sebagai penerima suap, KPK menyangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001.