Liputan6.com, Jakarta - Sidang lanjutan perkara korupsi pengadaan e-KTP menghadirkan tim teknis pengadaan e-KTP dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Salah satu saksi yang dihadirkan adalah staf pusat Teknologi Informasi dan Kominikasi BPPT Tri Sampurno.
Dalam kesaksiannya, Tri mengaku kerap melakukan rapat dengan pengusaha Andi Narogong alias Andi Agustinus di ruko Fatmawati. Pertemuan tersebut juga dihadiri tim dari Perum Percetakan Negara RI (PNRI).
"Kalau saya tidak salah ingat, saya bertemu dengan tim dari Perum PNRI sudah sembilan kali di ruko Fatmawati (ruko milik Andi Narogong)," ujar Tri di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (13/4/2017).
Advertisement
Tri menjelaskan, pertemuan tersebut terjadi sebelum dia ditunjuk sebagai salah satu tim teknis pengadaan e-KTP di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). "Itu tahun 2010. Pertemuannya untuk berdiskusi terkait e-KTP. Pertemuannya terjadi lima kali," kata dia.
Tri mengaku sempat menyadari ada yang janggal dalam pertemuan yang di lakukan bersama Andi Narogong dan tim dari Perum PNRI. Sebab, pertemuan dilakukan di sebuah ruko milik Andi Narogong.
"Setelah seringnya pertemuan itu saya berpikir bahwa berdiskusi di ruko tersebut tidak selayaknya. Pandangan saya diskusi ini akan berpotensi (tidak benar) ke depannya," terang dia.
Tri mengaku, selama melakukan pertemuan dengan Andi Narogong, hanya diberikan uang pengganti transportasi. "Kadang Rp 300 ribu, kadang juga nggak dapat. Tidak rutin setiap bulan dapat Rp 2 juta," terang dia.
Namun selebihnya Tri mengaku tak tahu terkait pembahasan anggaran e-KTP yang akhirnya merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun. "Kalau tim teknis tidak menghitung jumlah pengeluaran anggaran dari proses pengadaan e-KTP," tutur dia.
Dalam perkara ini, dua mantan pejabat Ditjen Dukcapil Kemendagri Irman dan Sugiharto sudah didakwa melakukan korupsi secara bersama-sama. Perkara ini juga menyeret beberapa nama besar di Kemendagri dan DPR RI.
KPK juga sudah menetapkan dua tersangka lainnya, yakni Andi Narogong dan Miryam S Haryani. Andi diduga sebagai pihak yang mengatur lelang dan uang suap, sementara Miryam ditetapkan tersangka karena memberikan keterangan palsu pada persidangan e-KTP.