Sukses

KPK Dalami Peran Andi Narogong dengan Pihak Lain Terkait E-KTP

Penyidik KPK kembali memeriksa Andi Narogong sebagai tersangka dalam kasus e-KTP yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami peran dari pengusaha rekanan di Kemendagri sekaligus tersangka dalam kasus megaproyek e-KTP, Andi Agustinus alias Andi Narogong.

"Kami mendalami peran AA (Andi Narogong) mulai dari awal (proyek e-KTP) dan relasinya. Serta kaitan AA dengan sejumlah pihak dari proses penganggaran hingga proses penggadaan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Selasa (17/4/2017).

Penyidik KPK kembali akan memeriksa Andi Narogong sebagai tersangka dalam kasus e-KTP yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun tersebut pada Selasa ini.

KPK menetapkan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan mantan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto sebagai tersangka e-KTP. Keduanya telah menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Atas perbuatannya, Irman dan Sugiharto didakwa berdasarkan Pasal 2 ayat (1) atas Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

KPK juga telah menetapkan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong sebagai tersangka dalam perkara tersebut.

Andi disangkakan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Terkait kasus ini, KPK juga menetapkan politikus Hanura, Miryam S Haryani, sebagai tersangka. Miryam ditetapkan tersangka karena memberikan keterangan palsu pada persidangan kasus e-KTP.

Dia disangka melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi