Sukses

Ma'ruf Amin: Soal Tuntutan Ahok, Harus Ahli Hukum yang Menilai

Soal tuntutan Ahok apakah terlalu ringan atau tidak, seharusnya para ahli hukum yang menilai.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin meminta agar tuntutan terhadap Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang diduga menistakan agama Islam menjadi wilayah para ahli hukum. Ia mengatakan, soal tuntutan Ahok apakah terlalu ringan atau tidak, seharusnya para ahli hukum yang menilai.

"Menurut saya ini yang harus bereaksi itu para ahli hukum, apakah sesuai aturan-aturan hukum," ujar Ma'ruf di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta, Senin (24/4/2017).

Lalu yang kedua, Ma'ruf menyerahkan kepada masyarakat, apakah sudah dirasa adil atau belum terkait tuntutan Ahok. "Dan kedua, publik apakah sudah memenuhi rasa keadilan. Menurut publik ini adil apa enggak?," ucap dia.

Dan terakhir, lanjut Ma'ruf, menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan. "Yang ketiga kita serahkan kepada Allah SWT. Kalau ini benar, ini supaya diberi pahala, kalau tidak benar supaya diberi hukuman," kata dia.

Namun meski begitu, Ma'ruf merasa heran dengan tuntutan Ahok tersebut. Ia mempertanyakan apa yang menjadi dasar dari tuntutan Ahok.

"Cuman bagi saya agak heran kenapa? Apa yang yang dijadikan dasar tuntutan itu, pendapat siapa. Pendapat MUI sudah jelas bahwa Ahok sudah menghina Alquran dan menghina ulama," terang dia.

"Pendapat NU secara resmi di dalam saksi ahli mengatakan hal yang sama, Ahok menghina Alquran dan menghina ulama bahkan ditambah memecah bela umat. Muhammadiyah juga sama menghina dan sekarang dijadikan pendapatnya siapa. Itu saja yang menjadi pendapat siapa. Saya bicara tidak pada itu," tegas Ma'ruf.

Sebelumnya, terdakwa kasus dugaan penistaan agama Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dituntut 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun. Hal ini disebutkan jaksa penuntut umum, Ali Mukartono, dalam sidang pembacaan tuntutan.

"Dengan ini kami meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana kepada Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yaitu 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun," jelas Ali di Gedung Kementerian Pertanian, Jakarta, Kamis 20 April 2017.