Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo menggelar rapat terbatas membahas penyelesaian tanah dan bangunan warga korban luapan lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Jokowi ingin mengetahui sejauh mana progres pergantian ganti rugi yang diterima masyarakat.
Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengatakan, PT Lapindo Brantas tetap harus mengganti rugi 30 perusahaan senilai Rp 701 miliar. Pembayaran dilakukan dengan skema businnes to businnes melalui gugatan perdata. Pemerintah tidak akan mengeluarkan dana talangan untuk itu.
Sementara, untuk lahan milik warga memang masih ada Rp 54 miliar yang belum diselesaikan. Anggaran ganti rugi ini sudah masuk pada anggaran 2016-2017.
Advertisement
Sejauh ini kendala yang masih dihadapi, yakni lahan yang seluruhnya sudah tertutup lumpur yang menyebabkan bukti tidak lengkap.
"Yang (berkasnya) lengkap tadi yang Rp 54 miliar," kata Soekarwo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (26/4/2017).
Bupti Sidoarjo Saiful Ilah mengatakan, paling tidak seluruh ganti rugi kepada masyarakat selesai pada 2018. Saat ini, pemerintah sedang mengumpulkan bukti-bukti dan kelengkapan berkas sehingga bisa membayar ganti rugi itu.
"Ya ada juga yang mengatakan itu tanah sawah, ada juga yang mengatakan tanah darat dan tidak cocok karena darat. Jadi bukti kepemilikan, berkas-berkas, ahli warisnya. Dan itu juga ada yang tidak ada ahli warisnya. Sudah dipanggil enggak datang-datang ahli warisnya. Ya enggak bisa diselesaikan," jelas Saiful.
Sementara Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadi Muljono mengatakan, saat ini ada 13.237 berkas yang sudah dibayarkan menggunakan dana talangan pemerintah sebesar Rp 781 miliar. Sehingga masih ada Rp 54,3 miliar untuk 244 berkas yang belum dibayarkan.
"63 berkas belum divalidasi, 148 berkas belum dilunasi kewajiban KPR-nya. Tapi ada lagi ternyata warga yang dalam susulan Rp 9,8 miliar. Jadi Rp 54,3 tambah Rp 9,8 miliar," kata Basuki.
Basuki memastikan, pemerintah tidak akan memberikan dana talangan kepada perusahaan yang merupakan tanggung jawab PT Lapindo. Mereka tetap harus menyelesaikan melalui mekanisme gugatan antarperusahaan.
"Tidak ditalangi, tetap diminta b to b (businnes to businnes) dengan Lapindo, jadi yang ditalangi pemerintah hanya masyarakat," imbuh dia.
Perusahaan memang bagian dari masyarakat, tapi mereka memiliki aset yang tak kalah besar. Di sisi lain, perusahaan biasanya memiliki asuransi dan pemerintah tidak ingin berseteru dengan perusahaan asuransi.
"Jadi kami minta selesaikan dengan b to b supaya ke depan enggak ada preseden juga ketika ada perusahaan yang alami musibah, akan menuntut juga ke pemerintah," pungkas Basuki.