Sukses

Ini Alasan KPK Jadikan Miryam Haryani sebagai Buron

KPK mencegah Miryam ke luar negeri meski bukan terkait kasus pemberian keterangan palsu, melainkan saksi untuk tersangka Andi Narogong.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memasukkan nama mantan anggota Komisi II DPR RI sekaligus tersangka pemberian keterangan palsu pada sidang e-KTP, Miryam S Haryani sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) alias buron kepada pihak Interpol.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menuturkan, alasan KPK menjadikan Miryam sebagai buron disebabkan politikus Hanura itu tidak pernah memenuhi panggilan penyidik.

"Pemanggilan sudah kita lakukan dua kali dan kesempatan penjadwalan juga sudah kita berikan namun dengan berbagai alasan tersangka MSH (Miryam S Haryani) belum hadir sampai saat ini. Oleh karena itu, dalam proses penyidikan ini kami pandang perlu untuk menerbitkan surat DPO untuk tersangaka MSH, kemudian mengirimkan pada pihak kepolisian," ujar Febri di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (27/4/2017).

Sebelum menjadikan Miryam sebagai buron, KPK pada Selasa, 25 April 2017 telah melakukan penggeledahan di kediaman anggota Komisi V DPR RI di daerah Tanjung Barat, Jakarta Selatan.

"Kita melakukan penggeledahan dan memang kita tidak menemukan yang bersangkutan di sana," kata Febri.

Oleh sebab itu, untuk kebutuhan penanganan perkara kasus pemberian keterangan palsu yang menyeret Miryam, maka KPK menerbitkan surat DPO dan meminta bantuan kepada pihak kepolisian.

"Pemanggilan secara patut dan layak sudah kita lakukan, penjadwalan ulang juga sudah kita lakukan. Untuk kebutuhan penanganan perkara ini, indikasi pemberian keterangan tidak benar di persidangan kasus e-KTP ini kami terbitkan surat DPO itu dan minta bantuan kepada pihak kepolisian," jelas dia.

KPK juga telah mencegah Miryam bepergian ke luar negeri terkait kasus e-KTP. Pencegahan dilakukan pada 24 Maret 2017 untuk enam bulan ke depan untuk tersangka Andi Narogong.

KPK menetapkan Miryam menjadi tersangka kasus dugaan memberikan keterangan palsu pada saat persidangan perkara korupsi KTP elektronik di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. Saat itu, dia tak mau mengakui Berita Acara Pemeriksaan (BAP) miliknya pada saat penyidikan.

Miryam diduga sengaja memberikan keterangan yang tidak benar dengan terdakwa Irman dan Sugiharto. Atas perbuatannya, dia disangka melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 UU Tipikor.