Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK telah menetapkan mantan anggota Komisi II DPR RI Miryam S Haryani sebagai buron terkait dugaan pemberian keterangan palsu dalam sidang kasus e-KTP. Penetapan ini dilakukan setelah Miryam berkali-kali tak hadir dalam panggilan penyidik soal kasus itu.
"Hari ini KPK mengirimkan surat ke Kapolri, up. Ses-NCB Interpol Indonesia tentang daftar pencarian orang atas nama MSH," ujar juru bicara KPK, Febri Diansyah, di KPK, Jakarta, Kamis, 27 April 2017.
Miryam ditetapkan sebagai tersangka pemberian keterangan palsu dalam sidang kasus e-KTP oleh KPK pada 5 April 2017. Dia diduga memberikan keterangan palsu pada saat persidangan perkara korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. Miryam tak mau mengakui Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dirinya pada saat penyidikan.
Advertisement
"Tersangka MSH diduga dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar dengan terdakwa Irman dan Sugigarto," kata jubir KPK Febri.
Atas perbuatannya, Miryam S Haryani disangka melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 UU Tipikor.
KPK menjadwalkan pemanggilan perdana Miryam pada Kamis, 13 April 2017. Sayangnya, politikus Hanura ini tidak memenuhi panggilan tersebut dengan alasan ada kegiatan lain.
"MSH (Miryam S Haryani) tidak datang dalam rencana pemeriksaan hari ini karena ada kegiatan lain. Kita akan pertimbangkan jadwal ulang pemeriksaan atau tindakan lain dalam proses penyidikan," ujar Febri saat dikonfirmasi di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 13 April 2017.
Saat itu, Febri menyatakan KPK mempertimbangkan beberapa alternatif tindakan hukum dalam penyidikan. KPK pun akan membuka peluang penjemputan paksa terhadap politikus Hanura itu.
"Belum ada keputusan (jemput paksa) itu. Namun, sedang kita pertimbangkan beberapa alternatif tindakan hukum dalam penyidikan," kata Febri.
Dia menegaskan, setiap saksi atau tersangka wajib hadir dalam setiap pemeriksaan yang dijadwalkan oleh penyidik, kecuali ada alasan yang patut menurut UU.
"Itu kita pelajari lebih lanjut. Kalau memang alasan itu tidak patut, KUHAP memberikan kemungkinan memanggil kembali sekaligus surat perintah pada petugas untuk membawa yang bersangkutan. Itu yang kita pertimbangkan," tegas Febri.
Pada tanggal 18 April 2017, KPK kembali menjadwalkan pemanggilan Miryam untuk kedua kalinya. Lagi, dia tak penuhi panggilan tersebut. Kali ini, pihaknya berkilah bahwa Miryam sedang sakit dan harus dirawat.
"Dia masih sakit, sedang dirawat," ujar kuasa hukum Miryam, Aga Khan usai memberi surat keterangan sakit Miryam kepada penyidik di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 18 April 2017.
Menurut Aga, Miryam dirawat mulai hari ini hingga esok hari, Rabu, 19 April 2017. "Menurut surat keterangan dokter harus istirahat selama dua hari. Jadi kami koordinasi dengan penyidik agar diberikan pengulangan (pemeriksaan) kembali," kata dia.
Mendapat surat pemberitahuan tersebut, KPK kembali menjadwalkan pemanggilan tersangka pemberian keterangan palsu ini pada Rabu, 26 April 2017.
Namun, pihak Miryam justru mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Langkah ini ditempuh lantaran KPK dianggap salah langkah dalam menetapkan tersangka terhadap politikus Hanura.
"Harusnya itu masuk wilayah pidana umum," ujar Aga Khan di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 25 April 2017.
Aga mengaku, pengajuan permohonan praperadilan sudah dilakukan pada Jumat 21 April 2017 lalu. Keputusan penetapan tersangka pemberian keterangan palsu dianggapnya harus lebih dahulu mendapat izin majelis hakim.
"Harusnya ada putusan hakim dulu, baru bisa dibuktikan dia memberikan keterangan palsu. Ini kan sidangnya masih berjalan," kata Aga.
KPK Geledah Rumah Miryam
KPK Geledah Rumah Miryam
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, proses praperadilan tidak akan menghentikan proses penyidikan yang sedang dilakukan KPK saat ini terhadap tersangka pemberi keterangan palsu dalam sidang kasus e-KTP, Miryam S Haryani. Oleh karena itu, pada Selasa, 25 April 2017, KPK melakukan penggeledahan rumah Miryam.
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah mantan anggota Komisi II DPR RI Miryam S Haryani di kawasan Tanjung Barat, Jakarta Selatan. Hal tersebut dikatakan oleh kuasa hukum Miryam, Aga Khan.
Penggeledahan diduga berkaitan dengan pemberian keterangan palsu yang dilakukan Miryam dalam sidang perkara korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor. Miryam juga sudah dua kali mangkir dalam pemeriksaan sebagai saksi oleh penyidik KPK.
Diketahui, penyidik KPK menggeledah empat lokasi berkaitan dengan kasus pemberian keterangan palsu dalam sidang oleh Miryam S Haryani. Ada empat lokasi tersebut, yakni kediaman Miryam S Haryani di kawasan Tanjung Barat Indah, kantor pengacara Rudi Alfonso di kawasan Rasuna Said, Jakarta Selatan, kediaman pengacara muda Anton Taufik di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, dan kediaman Robinson di Pondok Aren, Tangerang Selatan.
Penggeledahan tersebut disesalkan kuasa hukum, sebab Aga mengaku pihaknya sudah mengajukan permohonan praperadilan untuk kliennya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Aga mengklaim penetapan tersangka terhadap Miryam Haryani merupakan pelanggaran.
"Padahal kami sudah ajukan praperadilan," kata Aga.
Menurut Aga, seharusnya KPK menghormati upaya hukum yang tengah diajukan oleh pihaknya. Setidaknya sampai hakim PN Jakarta Selatan memutuskan praperadilan Miryam.
"Harapannya menang. Karena KPK melakukan penetapan tersangka di luar kewenangannnya," tutur Aga.
Advertisement
Ini Alasan KPK Jadikan Miryam Haryani sebagai Buron
Ini Alasan KPK Jadikan Miryam Haryani sebagai Buron
Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK telah memasukkan nama mantan anggota Komisi II DPR RI sekaligus tersangka pemberian keterangan palsu di sidang e-KTP, Miryam S Haryani sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) alias buron kepada pihak Interpol.
Juru bicara KPK Febri Diansyah menuturkan alasan KPK menjadikan Miryam sebagai buron disebabkan politikus Hanura itu tidak pernah memenuhi panggilan penyidik, hingga panggilan ketiga pada 26 April 2017.
"Pemanggilan sudah kita lakukan dua kali dan kesempatan penjadwalan juga sudah kita berikan namun dengan berbagai alasan tersangka MSH (Miryam S Haryani) belum hadir sampai saat ini. Oleh karena itu, dalam proses penyidikan ini kami pandang perlu untuk menerbitkan surat DPO untuk tersangaka MSH, kemudian mengirimkan pada pihak kepolisian," ujar Febri di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Kamis (27/4/2017).
Sebelum, menjadikan Miryam sebagai buron, KPK pada hari Selasa, 25 April 2017 telah melakukan penggeledahan di kediaman anggota komisi V DPR RI di daerah Tanjung Barat Jakarta Selatan.
"Kita melakukan penggeladahan dan memang kita tidak menemukan yang bersangkutan di sana," kata Febri.
Oleh sebab itu, untuk kebutuhan penanganan perkara kasus pemberian keterangan palsu yang menyeret Miryam, maka KPK menerbitkan surat DPO dan meminta bantuan kepada pihak kepolisian.
"Pemanggilan secara patut dan layak sudah kita lakukan, penjadwalan ulang juga sudah kita lakukan. Untuk kebutuhan penanganan perkara ini, indikasi pemberian keterangan tidak benar di persidangan kasus e-KTP ini kami terbitkan surat DPO itu dan minta bantuan kepada pihak kepolisian," jelas dia.
Sebagai informasi, KPK telah mencegah Miryam berpergian ke luar negeri terkait kasus e-KTP. Pencegahan ini dilakukan pada 24 Maret 2017 untuk enam bulan ke depan sebagai saksi untuk tersangka Andi Narogong.
KPK telah menetapkan Miryam menjadi tersangka kasus dugaan memberikan keterangan palsu pada saat persidangan perkara korupsi KTP elektronik di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. Saat itu, dia tak mau mengakui Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dirinya pada saat penyidikan.
Miryam diduga sengaja memberikan keterangan yang tidak benar dengan terdakwa Irman dan Sugiharto. Atas perbuatannya, dia disangka melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 UU Tipikor.
Pengacara Jamin Miryam Haryani Tak Melarikan Diri
Pengacara Jamin Miryam Haryani Tak Melarikan Diri
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tersangka pemberian keterangan palsu dalam sidang kasus e-KTP Miryam S Haryani sebagai buron. Surat permohonan bantuan untuk pencarian dan penangkapannya pun sudah dilayangkan ke Kapolri.
Pengacara Miryam, Aga Khan, menjamin kliennya tidak melarikan diri dari proses hukum kasus ini. Dia pun mengatakan kliennya masih ada di Indonesia.
"100 persen saya jamin ada. Saya kok jaminannya. Pengacaranya yang jamin," ujar Aga Khan ketika dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Kamis (27/4/2017).
Dia mengatakan akan melayangkan protes ke KPK terkait penerbitan status buron tersebut.
"Kami akan protes. Nanti kami akan mendatangi KPK. Miryam ini sedang menggunakan hak hukumnya untuk praperadilan. Kami protes karena KPK menggunakan standar yang berbeda dengan klien kami. Apalagi dia jadi tersangka dalam kasus keterangan palsu, bukan korupsi megatriliunan," kata Aga Khan.
Menurut dia, sikap KPK yang menetapkan Miryam S Haryani sebagai buron ini berlebihan. Sebab, selama tidak hadir di KPK, kliennya selalu menyertakan surat keterangan.
"Itu terlalu berlebihan. Miryam tidak hadir, ada suratnya, kami juga tengah mengajukan praperadilan. Miryam ini sedang menggunakan hak hukumnya, praperadilan. Dulu-dulu kenapa bisa? Misalnya Pak Budi Gunawan, bupati siapa itu, mereka kok bisa? Jangan tebang pilih dong. Kalau DPO tuh mereka ada menghubungi saya. Mereka enggak ada hubungi saya kok," ucap Aga Khan.
Advertisement
Hanura Lepas Tangan terkait Status Miryam
Hanura Lepas Tangan terkait Status Miryam
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Miryam S Haryani sebagai buron terkait dugaan pemberian keterangan palsu dalam sidang kasus e-KTP. Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang enggan bicara banyak.
"Belum tahu saya (Miryam jadi buron)," ujar pria yang karib disapa Oso ini di Jakarta, Kamis (27/4/2017).
Sementara itu, Sekretaris Fraksi Hanura di DPR Dadang Rusdiana mengatakan, pihaknya juga tidak mengetahui keberadaan koleganya tersebut.
"Ya kita pun sudah lama tidak bertemu. Barusan di paripurna pun beliau tidak hadir," kata Dadang kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis (27/4/2017).
Dadang menegaskan, Hanura tidak akan melakukan intervensi terhadap KPK yang tengah melakukan proses hukum kepada kadernya. Ia memastikan, partainya tak akan ikut campur masalah Miryam S Haryani.
"Tentunya kita menyerahkan sepenuhnya pada prosedur hukum. Kami pun tidak bisa mencampuri proses yang ada," tegas Dadang.