Sukses

Saksi Sidang Kasus E-KTP Mengaku Setya Novanto Pamannya

Namun, dia mengaku tak pernah ada pertemuan dengan Setya Novanto, Andi Narogong dan Johanes Marliem.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Direktur Utama PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi mengaku sempat ikut dalam pertemuan pembahasan proyek e-KTP di ruko Fatmawati. Ruko tersebut diketahui milik pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Irvan mengaku, saat dia datang, yang dia ketahui ruko tersebut merupakan milik Vidi Gunawan, adik dari Andi Narogong. Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantas mencecar Irvan apakah dirinya kenal dengan Andi Narogong.

"Kenal, Pak. Dia kakaknya Vidi Gunawan. Vidi teman saya waktu SMA di Bogor," ujar Irvan bersaksi di sidang e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tipikor, Jakarta Selatan, Kamis (27/4/2017).

Kemudian jaksa Basyir lantas bertanya soal Setya Novanto. "Kenal, Pak. Itu paman saya. Dari ibu, kakak beradik dengan Setya Novanto," jelas Irvan.

Irvan juga mengakui sempat mendatangi ruko Fatmawati milik Vidi Gunawan, adik dari Andi Narogong. "Iya pernah (ke ruko Fatmawati). Yang saya tahu itu milik Pak Vidi," ujar Irvan.

Dia mengaku hanya satu kali mendatangi ruko yang diduga sebagai tempat Andi Narogong mengatur proyek e-KTP itu. "Hanya satu jam. Saya hanya (menunggu) di resepsionis," jelas Irvan.

Jaksa merasa heran dengan jawaban Irvan saat itu. Jaksa Abdul Basyir menyindir apa yang dilakukan Irvan selama satu jam di ruangan resepsionis.

Saat ditanyakan tujuan kedatangannya ke ruko itu, dia pun mengakui pertemuan di ruko Fatmawati terkait pembahasan pengadaan proyek e-KTP. "Mau ada pekerjaan KTP Nasional. Tapi tidak ada pembahasan mendetail," jujar Irvan.

Keheranan Jaksa

Jaksa lantas bertanya apakah Irvan pernah bertemu dengan Setya Novanto, Andi Narogong dan Johanes Marliem. Namun, dia mengaku tak pernah ada pertemuan tersebut.

Dia kemudian menjelaskan tentang status PT Murakabi miliknya. "Murakabi saya beli dari saham Pak Vidi," kata Irvan.

Dia mengaku membeli saham tersebut pada tahun 2006, hingga akhirnya menjadi Direktur Utama (Dirut) PT Murakabi Sejahtera pada 2010. Namun data yang dimiliki jaksa, Irvan menjadi Dirut pada 2007.

"Dirutnya 2007 Pak Deniarto. Seingat saya, saya jadi Dirut 2010," kata Irvan yang tak dipermasalahkan oleh jaksa KPK.

Dia juga mengaku, dirinya membeli saham PT Murakabi Sejahtera sebesar 30 persen dengan harga Rp 30 juta. Mendengar hal tersebut, jaksa Irene Putri pun merasa heran bagaimana modal Rp 100 juta berani mengikuti tender senilai Rp 5,9 triliun.

"Saksi tahu bandingan (konsorsium) Anda itu PNRI, BUMN besar," tanya Irene.

Irvan mengaku dirinya dan PT Murakabi Sejahtera hanya bermodal kepercayaan diri dalam tender ini. Hal tersebut membuat jaksa Irene semakin mencecar Irvan.

"Kok bisa Murakabi menjadi ketua konsorsium. Bukannya perusahaan lain yang keuangannya lebih," tanya Jaksa Irene.

"Hanya Murakabi yang punya sertifikasi percetakan," kata Irvan.

Tak puas dengan jawaban Irvan, jaksa Irene pun menghubungkan dengan Setya Novanto dalam hal ini. "Tidak ada urusannya," tegas Irvan.

Dalam dakwaan terhadap Irman dan Sugiharto, Konsorsium Murakabi dan Konsorsium Astragrapia sengaja dibuat hanya sebagai pendamping Konsorsium PNRI yang sudah diskenariokan menjadi pemenang tender e-KTP senilai Rp 5,9 triliun.

Mantan pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto didakwa melakukan korupsi proyek e-KTP secara bersama-sama. Dalam proyek yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun ini, KPK sudah menetapkan Andi Narogong sebagai tersangka ketiga.

Tersangka lain, yakni Miryam S Haryani ditetapkan KPK karena memberikan keterangan palsu saat sidang e-KTP.