Liputan6.com, Jakarta Dialog sosial antara buruh, pengusaha dan pemerintah diyakini mampu menjadi solusi dalam memperjuangkan kepentingan buruh, pengusaha dan pemerintah. Kesadaran itu kian muncul pada perjuangan gerakan buruh Indonesia saat ini.
“Kalau bisa didialogkan, kenapa harus bertentangan. Yang penting, kepentingan buruh dan pengusaha sama-sama terpenuhi,” kata Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN), Indrayana di sela-sela acara gowes bersama antara serikat pekerja dengan Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri di Hutan UI, Depok, Sabtu, 29 April 2017.
Baca Juga
Sepuluh tahun lalu, lanjutnya, gerakan buruh selalu saling berhadapan dengan pengusaha dan pemerintah. Kini, trend saling berhadapan, makin berkurang. Kesadaran dialog muncul karena buruh merasa ingin terus bekerja dan makin sejahtera, adapun pengusaha ingin bisnisnya berkembang, serta pemerintah ingin iklim investasi terjaga dan perekonomian maju. “Masing-masing saling membutuhkan, jika ada persoalan, kenapa tidak didialogkan?” ujarnya.
Advertisement
Dialog sosial ketenagakerjaan juga diyakini mampu mencari solusi menghadapi dampak digitalisasi ekonomi. Misalnya, peraturan ketenagakerjaan belum mampu mengatur dampak digitalisasi ekonomi yang sangat cepat. Hubungan ketenagakerjaan bisnis dan jasa online sama sekali belum diatur. Nah, dialog sosial mampu menjembatani dampak ketenagakerjaan antara driver ojeg online dengan pengusahanya. “Kalau menunggu lahir Undang-undang, terlalu lama,” tegas Indrayana.
Hal senada dikuatkan oleh Djoko Wahyudi, Presiden Federasi Serikat Pekerja Panasonic Gobel. Ia mengaku, dengan dialog sosial, relasi buruh dengan perusahaan kian harmonis. Berbagai masalah yang muncul bisa didialogkan. Ia mencontohkan, ketika Panasonic melakukan otomatisasi mesin, tentu berdampak pada pengurangan tenaga kerja. Namun dengan dialog, tidak terjadi PHK. Tenaga kerja yang tergantikan mesin diberikan pelatihan peningkatan kapasitas, lalu dialihkan ke unit kerja lain yang tidak terkena dampak otomatisasi.
Hasilnya, produktifitas kerja meningkat. Menurt Djoko, rata-rata pertumbuhan industry elektronik per tahun hanya 10 persen. Namun dengan relasi pekerja dan perusahaan yang harmonis, pertumbuhan Panasonic mencapai 20 persen. “Dengan pertumbuhan yang signifikan, bonus untuk pekerja yang sebelumnya hanya dua kali setahun, kini bisa menjadi 4-5 kali pertahun,” jelasnya. “Pekerja Panasonic makin merasakan pentingnya dialog sosial dengan perusahaan, dan pemerintah. Segala hal bisa didialogkan dan dicasikan solusi bersama”.
Menaker Hanif Dhakiri dalam kesempatan tersebut mengatakan, dialog sosial ketenagakerjaan menjadi salah satu kunci peningkatan kesejahteraan buruh. “Kepentingan pengusaha dan pekerja pasti berbeda. Tapi sepaanjang bisa didialogkan, jalan tengah pasti ditemukan,” kata menteri.
Bukan berarti, lanjutnya, buruh tidak boleh melakukan unjukrasa. Namun menurutnya, unjukrasa dilakukan dengan memperhatikan urgensi dan efektifitasnya. Dialog sosial diyakini mampu menemukan solusi bersama, karena dilakukan secara sejajar dan dengan kepala dingin. “Di negara maju, dialog sosial terus digemakan dalam mengadapi masalah ketenagakerjaan”.
(*)