Liputan6.com, Jakarta - Pilkada DKI Jakarta memang sudah berakhir. Tapi, dampak politik yang muncul dari proses pilkada belum berakhir.
Salah satu yang menjadi perhatian, Pilkada DKI Jakarta dinilai sempat memecah belah warga. Karena itu, butuh konsolidasi dan komitmen kembali untuk menegaskan demokrasi Pancasila.
Baca Juga
Pengamat politik yang juga pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA mengatakan, Indonesia bisa mengalami kemunduran demokrasi bila hal ini tidak segera dikonsolidasikan dan diperbaiki.
Advertisement
"Persaingan antarkandidat dalam pilkada sudah selesai. Hasil KPUD soal pilkada sudah disahkan. Namun konflik gagasan dan embrio platform justru terus membara, berbeda, bahkan bertentangan soal bagaimana aturan main bersama itu sebaiknya," kata Denny melalui keterangan pers, Kamis 4 Mei 2017.
Denny mengatakan, ada 4 hal pokok yang perlu ditegaskan dan dikonsolidasikan kembali sehingga demokrasi Pancasila tetap berada pada jalurnya.
Pertama, menjelaskan aneka embrio platform yang berbeda dan saling bertentangan yang ada saat ini, mengenai ke mana Indonesia harus dibentuk. Aneka platform itu ikut bertarung mewarnai Pilkada DKIÂ 2017.
"Kedua, para elite perlu menegaskan komitmen pada demokrasi Pancasila yang diperbarui. Juga dijelaskan apa beda demokrasi Pancasila yang diperbarui dengan demokrasi Pancasila era Sukarno dan Soeharto," imbuh dia.
Penjelasan ini dirasa penting. Masyarakat perlu tahu beda demokrasi Pancasila dan demokrasi liberal yang lazim dilakukan di dunia barat.
Ketiga, evaluasi praktik demokrasi yang berjalan selama ini juga dirasa penting. Segala kekurangan bisa diperbaiki agar bisa mencapai demokrasi Pancasila yang ideal.
"Keempat, apa yang semua kita bisa kerjakan untuk ikut mengkonsolidasikan demokrasi Pancasila yang diperbarui," kata Denny.
Pilkada DKI putaran kedua berlangsung pada 19 April 2017. Keluar sebagai pemenang adalah pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno.Â