Liputan6.com, Jakarta - Setelah memanggil Cak Budi dan meminta klarifikasi pada Kamis, 4 Mei 2017, Kementerian Sosial menyerahkan sepenuhnya kasus dugaan penyelewengan donasi yang dilakukan pria bernama Budi Utomo itu kepada aparat penegak hukum.
"Ini untuk memberi kepastian hukum atas penyelenggaraan pengumpulan dana masyarakat, baik bagi penyelenggara maupun perlindungan kepada donatur," ujar Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, Jumat (5/5/2017).
Khofifah menyatakan, yang berwenang memeriksa serta mengaudit aliran dan pengeluaran dana dari rekening Cak Budi hasil donasi masyarakat adalah pihak kepolisian.
Advertisement
"Yang bersangkutan memang telah mengklarifikasi, mengakui perbuatannya, dan meminta maaf. Namun, proses selanjutnya adalah menjadi domain kepolisian," tuturnya.
Khofifah menegaskan langkah ini penting guna menelusuri dan memastikan agar tidak ada lagi satu rupiah pun donasi masyarakat yang disalahgunakan.
Kemensos telah menegaskan bahwa apa yang dilakukan Cak Budi bertentangan dengan UU Nomor 9 Tahun 1961 yang mengatur tentang pengumpulan uang atau barang. Dalam undang-undang tersebut tidak diperkenankan individu atau perseorangan mengumpulkan dana masyarakat, baik berupa uang atau barang.
"Yang boleh hanya organisasi dan perkumpulan sosial yang disesuaikan cakupan donatur yang ditargetkan, misalnya level kabupaten/kota, provinsi, atau nasional dan harus dapat izin. Undang-undang itu memang sudah lama karena diterbitkan tahun 1961, tapi masih berlaku dan belum dicabut," tutur Khofifah.
Dia menerangkan, dalam regulasi yang ada, pelanggaran terhadap UU Nomor 9 Tahun 1961 diganjar pidana kurungan maksimal tiga bulan dan denda sebesar Rp 10.000. Saat ini, ucap dia, Kementerian Sosial sedang melakukan uji publik terhadap draft revisi undang-undang tersebut.
Materi Revisi Undang-Undang
Materi Revisi UU
Draft revisi tersebut telah disiapkan sejak 2014 dan dimulai tahun 2016 dengan melibatkan berbagai tim nonpemerintah, antara lain Oxfam, YLKI, dan Forum Filantropi. Sementara dari pemerintah turut terlibat Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
"Prosesnya sudah berjalan dan mulai uji publik sebelum difinalkan Kementerian Hukum dan HAM dan akhirnya dimasukkan ke DPR. Harapannya bisa mendapatkan prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas)," ujar Khofifah.
"UU Nomor 9 Tahun 1961 ini beberapa pasalnya sudah tidak relevan. Utamanya terkait hak donatur, peran serta masyarakat untuk mengawasi, sanksi pidana, dan denda bagi yang melanggar dan lain-lain. Selain itu, UU ini juga belum mengantisipasi revolusi digital saat ini, termasuk efektivitas social media dalam menghimpun dana sosial dari masyarakat," kata dia.
Revisi undang-undang tersebut mengatur antara lain jangka waktu pengumpulan, hak dan kewajiban penyelenggara, hak donatur, serta sanksi dan lembaga pengawasan independen.
Khofifah mengatakan, apa yang dilakukan Cak Budi tentu sangat merugikan para donatur. Apalagi para donatur yang menyumbangkan uangnya memasrahkan uang tersebut untuk diberikan kepada fakir miskin. Namun, kepercayaan itu malah disalahgunakan oleh Cak Budi.
"Menurut pengakuan Cak Budi, Toyota Fortunernya telah dijual dan seluruh uang donasi telah diserahkan kepada lembaga sosial Aksi Cepat Tanggap (ACT). Total Rp 1,7 miliar," tutur Khofifah.
Selanjutnya, kepada masyarakat Mensos berpesan untuk lebih teliti dan hati-hati saat akan mendonasikan uang miliknya guna keperluan zakat, infak, atau sedekah.
Sebaiknya, ujar Mensos, masyarakat mempercayakan donasinya kepada organisasi, badan atau lembaga donasi yang resmi dan berizin serta telah terbukti kredibilitasnya.
"Kasus ini jadi pembelajaran, jauh lebih baik dan aman uang tersebut disalurkan melalui badan amal yang memang kredibilitasnya tidak diragukan lagi. Insyaallah amanah dan pasti disalurkan ke mereka yang berhak," tutur Khofifah.