Liputan6.com, Jakarta - Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) heran dengan sikap pemerintah yang secara sepihak membubarkan ormas tersebut. Sebab, pembubaran suatu organisasi masyarakat (ormas) hanya boleh dilakukan melalui pengadilan.
"Itu pembubaran (ormas) itu harus melalui proses persidangan. Pembubaran tidak bisa hanya melalui pidato seorang menteri," kata Juru Bicara HTIÂ Ismail Yusanto di Kantornya di Tebet, Jakarta Selatan, Senin (8/5/2017).
Selain melalui pengadilan, ia menjelaskan, pembubaran ormas juga hanya dapat dilakukan jika berkekuatan hukum tetap.
Advertisement
"Artinya (pembubaran ormas) harus sampai kepada Mahkamah Agung dan bisa diproses bila sudah ditempuh tahapan-tahapan," tutur dia.
Tahapan itu, lanjut dia, harus melalui Surat Peringatan (SP) 1, SP 2, SP3. Setelah itu baru suatu ormas bisa dibubarkan.
"Sementara sampai hari ini saja kami SP 1 saja tidak pernah. Sekarang, ujug-ujug mau dibubarkan. Kalau sekarang pemerintah mengatakan, jangan lah ada kelompok intoleran, sebenarnya yang intoleran adalah pemerintah," jelas Ismail.
Pemerintah, menurutnya, juga telah melanggar hukum karena secara tiba-tiba membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia. "Pemerintah tidak mengikuti tahapan itu kan berarti pemerintah melanggar hukum," tegas Ismail.
Sebelumnya, Pemerintah memutuskan membubarkan organisasi masyarakat (ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Setelah ini, pemerintah akan mengajukan pembubaran tersebut ke pengadilan.
"Kita membubarkan tentu dengan langkah hukum dan berdasarkan hukum. Oleh karena itu, akan ada proses pengajuan kepada suatu lembaga peradilan," kata Wiranto kantornya, Senin (8/5/2017).
Ia menjelaskan, pemerintah memiliki alasan khusus sampai akhirnya mengambil keputusan tersebut. Salah satunya, kegiatan HTI dinilai dapat membahayakan keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Aktivitas yang dilakukan HTI nyata-nyata telah menimbulkan benturan di tengah masyarakat yang pada gilirannya mengancam keamanan dan ketertiban di tengah masyarakat serta membahayakan keutuhan NKRI," ujar Wiranto.
Â