Sukses

Divonis 2 Tahun Penjara, Ahok Tak Lagi Jadi Gubernur DKI?

Majelis hakim menjatuhkan vonis 2 tahun penjara untuk terdakwa kasus penodaan agama, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

Liputan6.com, Jakarta - Majelis hakim menjatuhkan vonis 2 tahun penjara untuk terdakwa kasus penodaan agama, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Gubernur DKI Jakarta itu pun langsung menyatakan banding atas putusan hakim tersebut.

"Saya akan melakukan banding," ucap Ahok usai berdiskusi dalam sidang vonis di Gedung Kementan, Jakarta Selatan, Selasa (9/5/2017).

Karena Ahok mengajukan banding, putusan hukum Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Utara ini pun belum berkekuatan hukum tetap. Karena itu, berdasarkan UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah (Pemda), kepala daerah yang terjerat kasus hukum belum bisa diberhentikan selama putusan itu belum berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

Hal itu diatur dalam Pasal 83 UU 23/2014. Berikut bunyi Pasal 83:

Ayat (1); Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ayat (2); Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang menjadi terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan.

Ayat (3); Pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.

Ayat (4); Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan tanpa melalui usulan DPRD apabila terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Ayat (5); Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.