Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla memastikan pemerintah tetap menempuh jalur hukum melalui pengadilan terkait pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Karena itu, ia mengajak semua pihak menunggu proses hukum tersebut.
"Seperti juga yang Anda baca, prosesnya itu nanti lewat hukum, pengadilan. Saya bicara sebelumnya juga dengan Pak Wiranto juga. Bahwa itu prosesnya pembubaran HTI proses hukum," kata JK.
Ia mengatakan, paham yang dijalankan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) adalah kekhalifahan. Jika itu yang terjadi, kata JK, maka Indonesia kembali kepada konsep masa lalu.
Advertisement
"Di zaman itu, kepala pemerintahan sama juga merangkap pimpinan agama, seperti zaman Umayyah, Khalifah, Abbasiyah, dan Ottoman. Jadi semacam lintas batas. Padahal sekarang ini sudah jelas. Negara itu punya ketentuan-ketentuan sendiri. Jadi paham itu memang tidak sesuai dengan konsep kenegaraan yang kita anut sekarang ini," ucap JK di kantornya, Jakarta, Selasa (9/5/2017).
JK menjelaskan, yang salah apabila menggabungkan dua kepemimpinan yakni agama dan pemerintahan dengan tanpa batas. Ia mengaku, jika HTIÂ berlandaskan agama saja, tidak masalah.
"Semua agama juga punya rasa universal. Katakanlah paham Syiah itu kan berpusat di Iran, Katolik di Vatikan. Jadi ikut apa yang disampaikan di sana. Juga banyak orang Islam yang ikut fatwa-fatwa dari ulama-ulama, katakanlah di Mekah. Tapi kalau kenegaraan tidak boleh," beber JK.
Atas dasar itulah, ia mengatakan, pemerintah menilai HTI tidak sesuai dengan Pancasila. "Begitu kan, jadi itu masalahnya. Kalau itu, ya tentu melanggar dan kita tidak setuju," jelas JK.
Pemerintah, melalui Menko Polhukam Wiranto, mengumumkan pembubaran HTI, Senin 8 Mei 2017.
HTI dinilai menimbulkan benturan di tengah masyarakat. Selain itu, bisa mengancam keamanan dan ketertiban yang membahayakan keutuhan NKRI.