Sukses

Kontras Duga Ada Keterkaitan Pembubaran HTI dengan Vonis Ahok

Konstras menilai pembubaran HTI dan vonis 2 tahun untuk Ahok tidak sesuai dengan terapan hukum berkeadilan.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai ada keterkaitan tak langsung antara pembubaran Ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan vonis 2 tahun terhadap Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok terkait kasus penodaan agama.

"Ini dilakukan dalam waktu berdekatan, kami melihat ini ada indikasi semacam kompromi politik, indikatornya adalah representasi kelompok kanan, hal ini HTI dibubarkan. Maka, untuk meredam itu, Ahok sebagai representasi kelompok liberal juga divonis," kata Kordinator Kontras, Yati Andriyani di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa, 9 Mei 2017.

Kedua peristiwa tersebut, ia mengungkapkan, tidak sesuai dengan terapan hukum berkeadilan. Apalagi, ia melihat, vonis 2 tahun penjara yang diberikan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk Ahok dipaksakan karena desakan massa. Sedangkan pembubaran HTI adalah pernyataan sepihak pemerintah.

"Dalam kasus ini kita tidak melihat ada intensi sengaja penodaan. Kita melihat hakim terpengaruh tekanan massa. Pada HTI, harusnya pembubaran harus ada pengujian ketat pemerintah, kalau hanya dibilang HTI melawan Pancasila-NKRI itu masih secara umum, harus dibuktikan (mendalam) dulu," imbuh Yati.

Ia menjelaskan, 2 peristiwa tersebut menjadi kekhawatiran tersendiri bagi Kontras. Di mana ada ongkos mahal yang dikorbankan, yakni HAM dan nilai demokrasi.

"Kami khawatirkan ini (pembubaran HTI dan vonis Ahok) bentuk kompromi pemerintah untuk meredakan situasi. Tapi sesungguhnya, ini mengorbankan banyak hal, ada ongkos yang mahal, HAM dan nilai demokrasi dan serta aturan hukum," tandas Yati.

2 dari 2 halaman

Alasan Khusus

Sebelumnya, Menko Polhukam Wiranto menjelaskan, pemerintah punya alasan khusus sampai akhirnya mengambil keputusan tersebut. Salah satunya, kegiatan HTI dinilai dapat membahayakan keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Aktivitas yang dilakukan HTI nyata-nyata telah menimbulkan benturan di tengah masyarakat yang pada gilirannya mengancam keamanan dan ketertiban di tengah masyarakat serta membahayakan keutuhan NKRI," ujar Wiranto di kantornya, Senin, 8 Mei 2017.

Sementara Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun terhadap terdakwa kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

"Memperhatikan Pasal 156a huruf a KUHP dan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 serta ketentuan lain yang bersangkutan, mengadili menyatakan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penodaan agama. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa olah karena itu dengan pidana penjara selama dua tahun," kata Dwiarso.

Selanjutnya, kata dia, memerintahkan agar terdakwa ditahan, menetapkan barang bukti yang diajukan oleh penuntut umum berupa nomor satu dan seterusnya dan barang bukti yang diajukan oleh penasihat hukum berupa nomor satu dan seterusnya, seluruhnya tetap terlampir dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari berkas perkara, membebankan kepada terdakwa (Ahok) untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 5.000.