Sukses

Vonis Ahok Lebih Tinggi dari Tuntutan Jaksa Dinilai Wajar

Rasa keadilan terkait vonis 2 tahun terhadap Ahok, bisa saja berbeda antara penegak hukum, dalam hal ini jaksa dan hakim.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati) DKI Jakarta, Masyhudi menilai vonis terhadap Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), merupakan hal yang wajar.

"Masalah putusan yang lebih tinggi dari tuntutan JPU, itu hal yang menurut saya wajar," kata Masyhudi di Jakarta, Selasa, 9 Mei 2017, seperti dikutip dari Antara.

Seperti diketahui, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara memvonis Ahok dengan 2 tahun penjara atau lebih tinggi dari tuntutan JPU dengan 1 tahun penjara dengan 2 tahun percobaan.

Sebab, kata dia, rasa keadilan terhadap perkara tersebut, bisa saja berbeda antara penegak hukum. "Yang penting ini didasarkan pada argumentasi yang bisa dipertanggungjawabkan," kata Masyhudi.

Saat ditanya apakah kejaksaan akan mengajukan banding atas vonis Ahok, ia mengaku, pihaknya memiliki waktu tujuh hari untuk menentukan sikap apakah menerima atau akan melakukan upaya hukum.

"Sikap JPU tentunya seusai UU akan pikir-pikir selama tujuh hari," tegas dia.

Dakwaan Ahok

Sebelumnya dalam tuntutan JPU menyatakan pasal yang dikenakan terhadap Ahok adalah Pasal 156 atau dapat dikatakan Ahok tidak terbukti melakukan tindak penistaaan agama.

"Jaksa berkeyakinan yang dapat membuktikan Pasal 156 KUHP itu, mengacu fakta-fakta persidangan. Nanti hakim yang memutuskan," kata Jaksa Agung HM Prasetyo.

Seperti diketahui, dalam perkara itu jaksa mendakwa Ahok dengan Pasal 156 KUHP atau tindak permusuhan di depan orang atau golongan dan Pasal 156a KUHP terkait penistaan agama.

Namun jaksa 'mementahkan' sendiri dakwaannya dalam tuntutan yang hanya mengenakan Pasal 156 KUHP. Hakim PN Jakut justru sebaliknya mengenakan Pasal 156a KUHP terkait penistaan agama hingga orang nomor satu di DKI Jakarta itu harus mendekam selama dua tahun penjara.

Majelis hakim PN Jakut menegaskan perkara tersebut berbeda kasus dengan kasus Buni Yani, pengunggah rekaman Ahok di Kepulauan Seribu. Sedangkan dalam tuntutan JPU, bahwa kasus Buni Yani melekat dalam kasus Ahok karena Buni Yani yang pertama memviralkan rekaman di medsos itu.