Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Budi Gunawan menilai, virus Ransomware WannaCry sebagai ancaman baru dunia. Dalam beberapa hari ini, virus ganas itu sudah menyerang 99 negara, termasuk Indonesia.
"Serangan seperti ini merupakan bentuk ancaman baru berupa proxy war dan cyber war yang digunakan oleh berbagai pihak untuk melemahkan suatu negara," ujar Budi Gunawan dalam keterangan tertulis, Jakarta, Senin (15/5/2017).
Baca Juga
Budi menuturkan, beberapa hari yang lalu, terjadi serangan terhadap sistem informasi di sebuah rumah sakit Jakarta sehingga melumpuhkan pelayanannya. Kondisi ini dikhawatirkan dapat menyerang sistem informasi instansi lainnya dan pengguna komputer secara umum.
Advertisement
"Serangan ini berawal dari bocornya tool yang digunakan oleh NSA (National Security Agency) yaitu sebuah kode pemrograman (exploit) yang memanfaatkan kelemahan sistem dari Microsoft Windows. Exploit digunakan sebagai suatu metode untuk menyebarkan secara cepat software perusak yang bernama WannaCry ke seluruh dunia. Grup hacker yang menyebarkannya adalah Shadow Broker," jelas Budi.
Motif serangan, lanjut dia, berubah dari yang dulunya dilakukan negara dengan tingkat kerahasiaan operasi yang tinggi, menjadi serangan yang dilakukan kelompok dengan motif komersial dan merugikan masyarakat banyak.
"Jika dilihat dari exploit yang dibocorkan, kita juga harus waspada terhadap exploit lainnya yang digunakan oleh state atau non state hacker untuk melakukan penetrasi ke dalam sistem target yang memiliki kelemahan dan tidak sempat diantisipasi oleh pembuat sistem," ujar dia.
Serangan ini, kata Budi, menjadi peringatan bagi semua pihak terutama instansi publik strategis. Mereka diminta meningkatkan kemampuan sistem pengamanan informasi.
"Negara dan seluruh instansi terkait pengamanan informasi harus mulai mengubah paradigma sistem pengamanan informasi, dari pengamanan informasi konvensional seperti Firewall dan Antivirus, menjadi sistem pengamanan terintegrasi yang memiliki kemampuan deteksi serangan secara dini (intelligence system) ke seluruh komponen sistem informasi yang digunakan," jelas dia.
Untuk menghadapi hal itu, koordinasi dan konsolidasi di antara instansi-instansi di bidang intelijen dan pengamanan informasi akan segera dilakukan. Hal ini untuk mempercepat proses mitigasi jika terjadi serangan secara masif.
"Sehingga jika terjadi serangan cyber (Ransomware WannCry) pada suatu instansi, maka dengan adanya konsolidasi, koordinasi dan pertukaran cyber intelligence, instansi lain yang belum terkena serangan dapat segera menentukan mitigasi dan tindakan preventif sebelum terjadi serangan," Budi Gunawan menandaskan.