Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra dihadirkan sebagai ahli hukum di sidang perkara penghasutan berbau SARA melalui media sosial dengan terdakwa Jamran dan Rizal Kobar. Jamran dan Rizal merupakan dua dari beberapa tersangka yang ditangkap jelang Aksi 212 pada Jumat, 2 Desember 2016.
Dalam persidangan, Yusril menyatakan apa yang disampaikan Jamran dan Rizal itu merupakan sebuah kritik terhadap pemerintah dan aparat penegak hukum. Sebagai warga negara yang memiliki hak yang sama, tidak ada salahnya mengkritik pemerintah.
Baca Juga
"Mengkritik kenapa orang lain ditangkap sedangkan Pak Ahok tidak, merupakan bentuk ketidakpuasan. Tapi apakah bentuk kebencian kepada pribadi Pak Ahok, harus dibuktikan di persidangan," ujar Yusril di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin 15 Mei 2017.
Advertisement
Menurut dia, jaksa harus bisa membuktikan unsur niat kedua terdakwa melakukan kebencian dengan unggahannya di media sosial. Sebagaimana dalam kasus penodaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang juga harus memenuhi unsur niat.
"Nanti hakim akan menyimpulkan ada niat jahat atau tidak Pasal 28 itu unsur niat, terutama unsur sengaja atau tanpa hak," kata Yusril.
Rizal dan Jamran ditangkap bersama sejumlah tersangka dugaan pemufakatan makar pada Jumat, 2 Desember 2016. Namun kakak beradik itu hanya didakwa melanggar Pasal 28 ayat 2 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Sementara itu, sejumlah tersangka lain seperti Sri Bintang Pamungkas, Kivlan Zein, Adityawarman, Ratna Sarumpaet, Firza Husein, Eko, Alvin Indra, dan Rachmawati Soekarnoputri dijerat dengan Pasal 107 juncto Pasal 110 KUHP tentang Pemufakatan Makar. Ahmad Dhani yang juga ikut ditangkap saat itu dijerat dengan Pasal 207 tentang Penghinaan terhadap Penguasa.