Liputan6.com, Jakarta Kementerian Ketenagakerjaan RI memberikan penghargaan kepada delapan orang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau mantan TKI yang dianggap mampu menginspirasi masyarakat, khususnya TKI untuk lebih gigih dan bekerja keras, sehingga mamu memberikan perubahan positif bagi diri dan lingkungannya.
“Selama ini pemberitaan tentang TKI lebih menonjolkan sisi kelamnya. Memang ada sisi kelam. Namun kisah TKI yang sukses memperbaiki nasib serta merubah lingkungannya juga banyak. Pemerintah juga terus meningkatan perlindungan terhadap TKI,” kata Menaker M. Hanif Dhakiri saat memberikan sambutan pada pemberian anugaerah TKI Inspiratif, di Hotel Millenium Jakarta, Senin, 15 April 2017.
Baca Juga
Pemberian anugerah yang terselenggara bekerja sama dengan Tempo Media Grup ini, lanjutnya, diharapkan menginspirasi masyarakat untuk gigih bekerja dan melakukan perubahan bagi dirinya dan masyarakat luas. “Seperti apa yang sudah dilakukan oleh delapan TKI penerima anugerah”.
Advertisement
Delapan TKI tersebut adalah Dwi Tantri, 49 tahun, perempuan asal Surabaya yang menjadi buruh migran di Taiwan. Tak hanya bekerja sebagai perawat orang jompo, ia juga aktif memberikan advokasi pada ribuan TKI yang tersandung masalah di Taiwan.
Budi Firmansyah, mantan Anak Buah Kapal yang bekerja di Okinawa Jepang ini juga menjadi pembela ribuan TKI di Okinawa. Kedekatannya dengan aparat kepolisian setempat dimanfaatkannya untuk membantu ribuan TKI di Okinawa yang bermasalah. Mulai dari gaji yang tidak dibayar sampai tersandung kasus hokum. Kini, pria 36 tahun asal Kuningan, Jawa Barat ini menjadi manajer salah satu perusahaan penyalur tenaga kerja di Okinawa.
Siti Badriyah. Perempuan 41 tahun asal Grobogan jawa Tengah ini mempunyai pengalaman buruk saat menjadi buruh migran di Malaysia tahun 2002. Paspornya ditahan oleh agen penyalur, gaji tak dibayar hingga harus melarikan kembali ke tanah air dengan kapal barang. Tak ingin pengalaman buruknya menimpa TKI yang lain, dia aktif di Konsorsium Pembela Buruh Migran (Kopbumi) dan Migrant Care. Dua lembaga non pemerintah yang aktif memberikan advokasi kepada TKI.
Balq Nurhasanah, mantan TKI Arab Saudi dua periode asal Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Sepulang merantau, dia aktif menjdi kader kesehatan desa menolong para keluarga TKI sambil bertani. Juga membantu mengelola uang kiriman TKI secara sukarela agar tidak habis. Atas ketulusannya, kini menjadi salah satu anggota DPRD Lombok Timur dari PDIP. Kebiasaannya membantu keluarga TKI, tetap ia lakoni.
Sutriyana dari Kulonprogo, DI Yogyakarta. Mantan operator mesin di Malaysia selama enam tahun ini, pulang ke desanya dan membuka usaha pengolahan gula semut. Mampu mempekerjakan 30 orang, dan 80 persen produknya di ekspor
Siti Mariam Ghozali, mantan TKI di Hongkong dan Taiwan asal Wonosobo, Jawa Tengah. Saat menjadi TKI, dia aktif kursus berbahasa Inggris dan Mandarin. Juga rajin menulis cerita pendek. Selain menerbitkan banyak novel, di kampungnya ia juga mendirikan perpustakaan Istana Rumbia yang dibuka secara gratis. Siti juga menjadi pengusaha makanan tiwul instan secra online. Pasarnya hingga luar negeri.
Heni Sri Sundani, mantan TKI di Hongkong asal Bogor, Jawa Barat. Lahir dari keluarga miskin, Heni bermimpi menjadi guru untuk anak-anak senasib. Setelah lulus Sekolah Menengah Kejuruan, ia bekerja di Hongkong. Gelar sarjananya ia peroleh dari Universitas Terbuka.
Pada medio 2012, Heni mendirikan Gerakan Anak Petani Cerdas. Mulanya, ia hanya mengajari 15 anak petani di Kampung Sasak. Tahun berikutnya, komunitas ini melebarkan sayap kampung-kampung sekitar. Sekarang, anak didik Heni tersebar di lima kabupaten di Jawa Barat.
Yusup Nuryana, mantan TKI di Brunei Darussalam asal Desa Hegarmanah, Bayongbong, Garut, Jawa Barat. Kecelakaan kerja di Brunei memaksa dia pulang. Ratusan juta uang asuransi dari Brunei tak kunjung cair. Beruntung dia mendapatkan pelatihan keterampilan dan kewirausahaan dari pemerintah untuk mantan TKI. Juga mendapatkan bantuan modal dari pemerintah. Ia memilih mengembangkan tenun akar wangi untuk aneka souvenir. Kini usaha tenunnya mempekerjakan belasan pekerja wanita di desanya.
Seluruh penerima anugerah hadir, kecuali Budi Firmansyah dan Dwi Tantri yang diwakilkan kepada keluarganya, karena mereka masih di luar negeri.
(*)