Sukses

Cegah Kasus Cak Budi Terulang, Kemensos Kebut Revisi UU PUB

Kementerian Sosial tengah mempercepat finalisasi draf revisi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang pengumpulan uang dan barang (PUB).

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Sosial mempercepat finalisasi draf revisi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang dan Barang (PUB). Langkah tegas tersebut diambil guna mengantisipasi terulangnya kasus penyalahgunaan donasi seperti yang dilakukan Budi Utomo atau Cak Budi beberapa waktu lalu.

"Kami tidak ingin ada lagi kasus Cak Budi-Cak Budi lainnya. Revisi ini untuk menjaga hak dan kewajiban masyarakat atau donatur juga penyelenggara pengumpulan uang dan barang," ungkap Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa dalam keterangan tertulisnya, Kamis 18 Mei 2017.

Saat ini, revisi undang-undang tersebut telah memasuki babak uji publik sebelum diharmonisasi dengan Kementerian Hukum dan HAM, dan akhirnya dimasukkan ke program legislasi nasional DPR RI. "Kami berharap agar mendapatkan prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas)," kata Khofifah.

Sebenarnya, dia menjelaskan, proses revisi tersebut telah berjalan sejak 2014. Sejumlah tim Non-Government dilibatkan guna menyempurnakan draf revisi yang telah disiapkan, antara lain Oxfam, YLKI, Forum Filantropi, dan lain sebagainya. Sementara dari Pemerintah turut terlibat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

"Saat ini kami meluaskan tim revisi antara lain dari Kementerian Komunikasi dan Informatika serta PPATK. Sementara dari non pemerintah turut terlibat sejumlah perwakilan media," ungkap dia.

Khofifah memaparkan, revisi ini sangat penting lantaran peraturan tersebut tidak lagi relevan dalam menjawab perkembangan zaman saat ini. Contoh kecil, perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang begitu cepat yang memungkinkan konektivitas dan interaktivitas antara individu dan kelompok.

"Dan itu tidak mengenal waktu dan tempat. Berbeda dengan tahun 1961 di mana teknologi komunikasi dan informasi tidak sepesat seperti sekarang ini," ujarnya.

"Undang-undang ini belum mengantisipasi revolusi digital yang terjadi saat ini, termasuk efektivitas sosial media dalam menghimpun dana sosial dari masyarakat," tambah dia.

Diterangkan Khofifah, dalam kasus Cak Budi, sesuai peraturan tidak diperkenankan individu/pribadi/perseorangan mengumpulkan dana masyarakat baik berupa uang atau barang.

Yang diperbolehkan, lanjutnya, hanya organisasi dan perkumpulan sosial yang disesuaikan cakupan donatur yang ditargetkan misalnya level kabupaten/kota, provinsi, atau nasional dan harus dapat izin. Sehingga apa yang dilakukan Cak Budi adalah tindakan ilegal.

Namun karena UU tersebut sudah lama, alhasil sanksi yang dikenakan terbilang sangat ringan. Bagi pelanggar UU hanya diganjar pidana kurungan maksimal 3 bulan dan denda Rp 10.000.

"Masih banyak pasal yang sudah tidak relevan, utamanya terkait hak donatur, peran serta masyarakat untuk mengawasi, sanksi pidana dan lain- lain," tutur Khofifah.

Nantinya, revisi undang-undang ini mengatur antara lain, jangka waktu pengumpulan, hak dan kewajiban penyelenggara, hak donatur, sanksi dan lembaga pengawasan independen.