Sukses


Pemerintah Perlu Serius Tangani Sektor Perkopian Indonesia

Lahan kopi Indonesia lebih luas dari Vietnam namun rangking produksi kopi Indonesia masih di bawah Vietnam.

Liputan6.com, Jakarta Aroma dan kelezatan kopi rupanya tidak hanya menjadi perbincangan di kalangan penggemar biji hitam itu di warung-warung tradisional, di seluruh nusantara, dan di gerai mall-mall kota besar namun juga menjadi diskusi para wakil rakyat.

Bukti wakil rakyat juga peduli pada kopi, baik dari aroma, kelezatan, dan masa depannya bisa dilihat dari acara 'Bicara Buku Bersama Wakil Rakyat' di Perpustakaan MPR, Jakarta, Rabu (17/5), yang mengupas buku karya Yanty Faradillah yang berjudul "Kopi Indonesia, Kini dan Masa Depan". Yanti adalah seorang yang disibukkan dengan urusan niaga kopi, coffepreuner.

Dalam acara itu, buku dibedah secara langsung oleh anggota MPR dari Fraksi Partai Golkar Ichsan Firdaus. Di DPR, pria kelahiran Bekasi, Jawa Barat, itu duduk sebagai anggota Komisi IV, komisi yang menangani masalah pertanian.

Acara 'Bicara Buku Bersama Wakil Rakyat' mengupas buku karya Yanty Faradillah yang berjudul

Ketika mengupas masalah kopi, Ichsan mengakui pemerintah selama ini masih setengah hati dalam memajukan perkebunan kopi di Indonesia. "Bukan kopi yang dijadikan fokus oleh pemerintah namun tanaman pangan, padi," ungkapnya.

Bukti tidak seriusnya pemerintah dalam mengelola kopi, menurut alumni IPB, itu bisa dilihat dari anggaran yang ada. Dipaparkan anggaran pemerintah untuk mengembangkan kopi hanya Rp 35,5 miliar sedangkan untuk tanaman pangan triliunan rupiah.

Akibat yang demikian maka produktivitas kopi dalam negeri tertinggal dari negara-negara di Asean. "Meski lahan kopi Indonesia lebih luas dari Vietnam namun rangking produksi kopi Indonesia di peringkat 4," paparnya.

Dirinya memuji Vietnam meski lahan kopinya sepertiga dari luas lahan di Indonesia namun negara di kawasan Indochina itu sangat maju dalam urusan produktivitas Kopi. Vietnam peringkat pertama di Asean dan nomer 2 di Dunia. "Kita kalah jauh," ujarnya.

Dari sinilah Ichsan menekankan pentingnya keseriusan dalam mengelola kopi. Dikatakan untuk meningkatkan produksi kopi nasional butuh pembenahan secara serius, baik di tingkat petani hingga kebijakan pemerintah pusat. Untuk mendorong produksi kopi meningkat dan berkualitas diperlukan pembenahannya mulai dari bibit, peremajaan lahan, hingga pengorganisasian petani.

Ichsan menekankan pentingnya pengorganisasian sebab cara demikian akan memudahkan peningkatan produktivitas kopi dalam negeri. Alumni Pascasarjana Universitas Nasional itu juga mengungkapkan ada sisi lain dalam dunia perkopian di Indonesia yang perlu dibenahi yakni soal kepemilikan lahan. Rata-rata petani kopi hanya memiliki lahan 0,6 hektare. Untuk itulah dibutuhkan penguatan petani kopi.

"Pentingnya peningkatan produksi nasional sebab pasar kopi dunia masih terbuka lebar,” pungkasnya.

Sebagai penulis buku, Yanti dalam acara yang dihadiri oleh puluhan peserta itu mengungkapkan besarnya peluang berbisnis di sektor perkopian. Besarnya peluang bisnis dalam perkopian sebab kopi merupakan budaya orang Indonesia.

"Masyarakat suka dengan kopi," ujarnya. “Untuk itu jangan takut berbisnis kopi,” tambah perempuan yang menggeluti dunia itu sejak 2005.

Dirinya berharap pemerintah dan wakil rakyat bisa lebih memperhatikan para petani dan pengusaha kopi di Indonesia. "Harapannya ada perhatian pada kopi dan stakeholder,” pungkas Yanty.

(*)