Sukses

Pakar Hukum: Tak Ada Faedahnya Pemilu Pakai e-Voting

Menurut pakar hukum tata negara, sistem pemilu saat ini sudah mewakili keadilan bagi masyarakat.

Liputan6.com, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis menilai pemilu dengan sistem elektronik atau e-voting di Indonesia sebaiknya dihapus. Ia menyebut, masih ada beberapa masalah terkait dengan pelaksanaan e-voting ini.

"Secara teknis ini bermasalah juga, kan kita baru tahu dapat kenyataan e-voting di Amerika Serikat juga bermasalah. Padahal, mereka jago teknologi, nah kita? Kita tahu kan negara kita ini," ujar Margarito di Jakarta, Sabtu, 20 Mei 2017.

Selain itu, lanjut dia, sistem pemilu yang ada di Indonesia saat ini sudah sangat akrab dengan rakyat. Dia menilai sistem pemilu saat ini sudah mewakili keadilan bagi masyarakat.

"Sistem yang ada sekarang ini sudah sangat akrab dengan rakyat kita. Pakai saja seperti itu, karena cara itu mewakili keadilan dan lebih memungkinkan rakyat menyalurkannya secara tepat, secara menyeluruh. Sehingga itu menjadi alasan untuk dipertahankan," paparnya.

Margarito menambahkan, dengan menggunakan e-voting, maka akan ada proyek baru yang berpotensi menjadi lahan untuk korupsi, seperti pada kasus pengadaan KTP elektronik atau e-KTP yang beberapa waktu lalu terungkap dugaan korupsinya.

"Anda tahu kan e-KTP kita, padahal setelah e-KTP kan apa? Tidak ada faedahnya, apa bedanya sama KTP yang manual biasa?" ujar dia.

"Tapi itu kan menjadi hebat karena ada proyek yang Rp 2,6 triliunan, menjadi Rp 5,6 triliun dan sekarang orang-orang pada masuk penjara kan. Apakah teman-teman di DPR mau masuk penjara lagi? Karena kan ini pasti melahirkan proyek," sambung Margarito.

Oleh karena itu, dia pun meminta agar sistem e-voting lebih baik dihapus sebelum Pilgub dan Pilkada 2018 serta Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 mendatang.

"Karena itu saya minta ini ditinggalkan, karena ini juga tidak ada faedahnya kok. Coba Anda lihat e-KTP, tak membayangkan akan begini, akan begitu," Margarito menandaskan.

Â