Sukses

Saksi Akui Diperintah Terdakwa Korupsi E-KTP Palsukan Dokumen

Konsorsium PNRI wajib mencetak 172 juta keping e-KTP, tapi diubah menjadi 142 juta keping.

Liputan6.com, Jakarta - Pejabat Penerima dan Pemeriksa Hasil Pengadaan (PPHP) kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP Endah Lestari mengaku mendapat perintah dari terdakwa Irman dan Sugiharto untuk memanipulasi laporan dan dokumen terkait proyek tersebut.

Endah mengakui hal tersebut saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan perkara korupsi yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.

Di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Endah mengaku telah memanipulasi kewajiban Konsorsium PNRI dalam mencetak jumlah KTP. Konsorsium PNRI memiliki kewajiban mencetak 172 juta keping e-KTP, namun pada kenyataannya, kewajiban Konsorsium PNRI diubah menjadi 142 juta keping.

"Berdasarkan laporan dari dinas Dukcapil kota dan kabupaten, realisasi antara 122-123 juta," ujar Endah yang juga menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Sekretariat Ditjen Dukcapil, Senin (22/5/2017).

Hal tersebut dia lakukan karena mendapat jaminan dari terdakwa Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Alhasil Berita Acara Pemeriksaan dan Penerimaan Hasil Pengadaan (BAP-PHP) dipalsukan agar seolah-olah Konsorsium PNRI sudah memenuhi kewajibannya.

Pembayaran untuk konsorsium PNRI kemudian dicairkan seluruhnya pada akhir 2013 atas dasar dokumen palsu tersebut. Dia pun membenarkan hingga 2014, ada tunggakan pekerjaan dari konsorsium yang belum dikerjakan.

"Saya tidak tahu lagi, karena tim (PPHP) sudah tidak ad‎a. Semua diberikan ke biro umum (untuk kerjakan)," ungkap dia.

Dalam dakwaan, Sugiharto disebut sebagai pengatur pengadaan proyek agar pembayaran ke Konsorsium PNRI dicairkan seluruhnya meski belum mencapai target. Kontrak pengadaan pun diubah hingga sembilan kali.

Dalam perkara ini KPK telah menetapkan mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Sugiharto sebagai tersangka. Irman dan Sugiharto didakwa melakukan korupsi e-KTP secara bersama-sama hingga merugikan negara Rp 2,3 triliun.

Tersangka ketiga yang ditetapkan KPK yakni Andi Agustinus, alias Andi Narogong. Andi diduga sebagai otak dari bancakan proyek senilai Rp 5,9 triliun ini.

Tersangka lain yakni Miryam S Haryani. Miryam ditetapkan sebagai tersangka pemberi keterangan tidak benar saat bersaksi di sidang kasus e-KTP.