Sukses

PN Jaksel Putus Praperadilan Miryam S Haryani Hari Ini

Putusan ini merupakan penentuan status tersangka Miryam S Haryani.

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui hakim tunggal Asiadi Sembiring akan membacakan putusan permohonan praperadilan yang diajukan Miryam S Haryani pada Selasa (23/5/2017) ini. Putusan ini merupakan penentuan status tersangka mantan anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Hanura itu.

"Kami dapat informasi besok (Selasa) akan dibacakan putusan praperadilan dengan tersangka Miryam S Haryani dalam kasus indikasi memberikan keterangan tidak benar di persidangan kasus e-KTP," kata juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Senin, 22 Mei 2017.

KPK mengharapkan putusan praperadilan Miryam itu sesuai dengan fakta-fakta yang ada, mencerminkan rasa keadilan publik, dan juga bisa menjadi faktor penguat untuk penanganan kasus e-KTP.

"Pada kesimpulan yang sudah kami sampaikan pada hari Jumat lalu, KPK juga merinci ada sekitar 30 bukti yang disampaikan ke pengadilan dalam rangkaian peristiwa proses praperadilan tersebut," tutur Febri seperti dilansir Antara.

Menurut dia, dari 30 bukti tersebut, ada yang berbentuk putusan untuk menunjukkan ada cukup banyak kasus sebelumnya yang sudah menggunakan Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Yang kedua ada sejumlah berkas perkara. Ada rekaman video pemeriksaan juga yang kami sampaikan dalam bukti-bukti pada praperadilan tersebut dan tentu juga keterangan ahli dan keterangan saksi yang menangani perkara ini," ucap Febri.

Sebelumnya, Aga Khan, anggota tim penasihat hukum Miryam S Haryani menyatakan penetapan tersangka terhadap kliennya itu tidak sesuai prosedur. Dia menilai penetapan tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor SprinDik28/01/04/2017 tanggal 5 April 2017 yang diterbitkan termohon patut untuk dinyatakan tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Sementara Febri Diansyah menjelaskan KPK pernah menerapkan pasal tersebut pada Muhtar Ependi, orang dekat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar sampai Mahkamah Agung menjatuhi vonis bersalah terhadap Muhtar pada akhir 2015.

"Sebelumnya KPK menerapkan Pasal 22 jo Pasal 35 juga dalam dakwaan dan terdakwa dinyatakan bersalah sampai berkekuatan hukum tetap. Terdakwa divonis tujuh tahun, denda 200 juta dan pencabutan hak mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat," kata Febri.

KPK menetapkan Miryam S Haryani sebagai tersangka memberikan keterangan tidak benar pada persidangan kasus e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Miryam disangkakan melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp 600 juta.