Liputan6.com, Jakarta Penetapan pertumbuhan ekonomi yang disampaikan Menkeu Sri Mulyani pada Rapat Paripurna DPR RI sebesar 6,1 persen, dinilai ambisius. Selama ini, pidato pemerintah menyangkut pertumbuhan ekonomi sangat menjemukan, karena kerap meleset jauh dari target.
Kritik disampaikan Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan usai menyimak pidato Menkeu atas kerangka ekonomi makro. “Rakyat sudah bosan dengan pidato-pidato terkait pertumbuhan ekonomi. Bagi rakyat, tidak soal berapapun pertumbuhan ekonomi. Yang terpenting adalah apakah pertumbuhan itu bisa membebaskan rakyat dari jeratan pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan. Pertumbuhan ekonomi harus berkualitas,” tegas Heri dalam rilisnya, Jumat (19/5/2017).
Bagi Heri, proposal pertumbuhan ekonomi yang diajukan pemerintah itu sangat ambisius. Pertumbuhan sebesar itu jadi pertanyaan, apakah berkualitas atau justru kembali tersungkur.
“Dari data tahun 2015, ekonomi nasional hanya tumbuh 4,7 persen, tahun 2016 5 persen, dan tahun 2017 diprediksi mencapai 5,2 persen. Sayangnya, pertumbuhan itu kurang berkontribusi besar terhadap persoalan bangsa, yaitu pengangguran cenderung naik, kemiskinan yang makin dalam, dan ketimpangan yang masih menganga.” paparnya.
Politisi Gerindra ini menyerukan, Menkeu harus menghadirkan ekonomi yang tidak saja tumbuh tinggi, tapi juga bisa berkontribusi bagi masalah bangsa. Misalnya, seberapa besar dampak pertumbuhan tersebut terhadap pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan. Pemerintah juga harus realistis mematok pertumbuhan ekonomi. Sejak krisis 1998, belum ada capaian ekonomi yang berkualitas dan sesuai dengan tugas konstitusionalnya.
Demikian juga investasi yang harus mendapat perhatian serius. Saat ini, rasio tabungan terhadap PDB yang berada di level 34 persen, adalah salah satu cara untuk menopang kebutuhan investasi.
“Tapi, yang diperlukan sekarang adalah bukan sekadar angka-angka di kertas, tapi eksekusi yang konkret. Selanjutnya pemecahan atas masalah investasi harus sungguh-sungguh seperti penyederhanaan izin dan fasilitasi penyelesaian permasalahan yang dihadapi investor,” tandasnya.
Ditambahkannya, pemerintah pusat harus mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah. Koordinasi dan sinergi yang baik antara pusat dan daerah harus terbangun dengan baik. Masih banyak daerah-daerah yang belum mengadopsi langkah-langkah debirokratisasi di pusat. Selain itu, masalah konektivitas infrastruktur dan mahalnya biaya logistik harus tetap menjadi perhatian paling penting dari pemerintah.
“Sebuah pertumbuhan ekonomi yang berkualitas harus ditopang oleh postur APBN yang kredibel. Jangan sampai justru pertumbuhan itu ditopang oleh utang. Ingat, kita belum lepas dari ancaman defisit fiskal yang makin kemari, makin tinggi,” tutupnya.
Advertisement
(*)