Sukses

Ratusan Petani Kopi Bengkulu Terpaksa Beralih Profesi

Ratusan petani kopi di Bengkulu terpaksa mencari pekerjaan lain karena harga kopi di pasaran internasional anjlok. Kualitas kopi Bengkulu kalah dengan kopi Vietnam.

Liputan6.com, Bengkulu: Harga kopi yang anjlok di pasaran internasional menyebabkan ratusan petani kopi di Bermani Ilir, Rejang Lebong, Bengkulu, terpaksa menelantarkan kebunnya. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, para petani terpaksa mencari pekerjaan lain. Misalnya menjadi buruh kasar bangunan, mencari ikan sungai, dan memecah batu [baca: Profesi Pemecah Batu Dilirik Petani Kopi Bengkulu]. Demikian pemantauan SCTV di Bengkulu, baru-baru ini.

Dampak yang paling dirasakan adalah bagi para petani penggarap yang menggunakan sistem bagi hasil dengan pemilik kebun. Pasalnya, sejak setahun silam, para pemilik lahan umumnya mengambil alih pengelolaan kebun. Para pemilik kebun ini umumnya menebangi pohon kopi dan menggantinya dengan tanaman semusim, seperti jahe. Mahyudin, seorang petani, mengaku, harga kopi sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan makan sehari-hari keluarganya.

Saat ini, harga kopi adalah yang terendah sejak enam tahun terakhir. Sebelumnya, harga kopi terendah masih berkisar Rp 5.000 per kilogram. Akibatnya, pendapatan sebagian besar masyarakat Bengkulu menurun. Ironisnya, sebagai komoditas unggulan, warga Bengkulu umumnya menggantungkan hidup dari kebun kopi [baca: Harga Kopi Anjlok, Bengkulu Terancam Kelaparan].

Harga kopi anjlok lantaran melimpahnya kopi di pasaran internasional dan kualitas kopi Bengkulu kalah bersaing dengan kopi Vietnam yang sudah merambah pasaran ekspor. Kondisi ini diperparah curah hujan yang tinggi sejak musim kopi berbunga tahun ini dan mengakibatkan kelangkaan buah kopi. Untuk satu hektare lahan, saat ini hanya menghasilkan paling tinggi satu ton kopi kering. Pada cuaca normal, produksi kopi bisa mencapai dua ton.

Tahun ini, produksi kopi di Provinsi Bengkulu paling tinggi 200 ton dari sekitar 400 ton produksi ideal beberapa tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut, hampir 75 persen dihasilkan para petani di Kepahiang dan Bermani Ilir, Rejang Lebong.(ZAQ/Rishnaldi)