Sukses

Briptu Imam Gilang, Sosok Pendiam itu Gugur di Kampung Melayu

Jenazah korban bom Kampung Melayu kemudian dibawa ke Bandara Soekarno-Hatta untuk diterbangkan ke Bandara Adi Sucipto Yogyakarta.

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah gang kecil di Jalan Kelingkit, Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan, mendadak ramai. Di ujung terlihat bendera kuning dari kertas minyak terpasang. Bendera duka itu bertuliskan Imam Gilang Adinata.

Briptu Anumerta Imam Gilang Adinata menjadi salah satu korban meninggal akibat bom di Kampung Melayu, Jakarta Timur, Rabu, 24 Mei 2017, malam. Sosok yang dikenal pendiam tetapi pintar itu kini telah tiada.

Gang selebar satu meter itu dipenuhi warga, keluarga, dan rekan sesama polisi. Rumah sederhana itu tak henti-hentinya didatangi pelayat.

Jenazah Gilang berada di dalam peti yang dibalut kain merah putih. Di bagian atasnya terpampang foto Gilang berpakaian dinas kepolisian.

Peti itu terjulur di ruang tamu berukuran 1 x 4 meter. Ruangan itu hanya mampu menampung peti jenazah dan beberapa orang pelayat yang ingin membacakan doa.

Seorang anggota kepolisian terlihat sedang membaca Surat Yasin di sisi kanan peti jenazah. Tak sampai habis, pria itu tak kuasa menahan tangis hingga tubuhnya tertunduk.

Suara lirih terdengar dari dalam rumah. Wanita berpakaian serba hitam tengah menangis tersedu. Kepalanya tersandar di pundak wanita lain yang ada di sisi kirinya. Suara tangisan itu tak lain dari ibunda Gilang, Ningwiyanti.

Air matanya terus mengalir saat itu. Ketika berhasil mengendalikan diri, datang tamu lainnya. Kedatangan tamu itu membuat air mata Nining kembali mengalir.

"Anak saya, Gilang," kata Nining sambil terus bersandar. Matanya menatap nanar ke arah peti jenazah yang berisi jasad anak sulungnya.

Sedangkan sang suami, Muhammad Sri Harjo, terus berada di sisi kanan Nining. Sesekali tangan Harjo mengelus pundak sang istri coba menenangkan.

Dimakamkan di Klaten

Pelaksana tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat juga melayat ke rumah salah satu korban bom Kampung Melayu. Mengenakan kemeja hitam, Djarot langsung bersimpuh di depan peti jenazah. Kedua tangannya memegang kain merah putih penutup peti.

Kepalanya kemudian tertunduk disusul mengangkat kedua tangan seraya berdoa. Setelah beberapa menit berdoa, Djarot menghampiri Nining.

Nining langsung memeluk Djarot. Tangisnya tak tertahankan. Pria berkumis itu menenangkan Nining. "Anak saya, Pak, anak saya," ucap Nining tersedu.

Setelah berbincang dengan anggota keluarga lain, Djarot meninggalkan rumah duka.

Rumah Gilang terus didatangi pelayat. Sampai akhirnya jenazah dibawa ke lapangan SDN Menteng Dalam untuk mengikuti upacara kedinasan. Jenazah diusung oleh anggota polisi yang berjalan sejauh 200 meter.

Sepanjang jalan, Nining terus menangis. Langkahnya terasa berat. Saudara lain coba membopong Nining dan menjaga agar tubuhnya tidak jatuh di tengah jalan.

Tiba di lapangan, seorang polisi wanita membantu Nining berjalan menuju kursi yang berada di sebuah tenda. Langkah dia kembali terhenti di tengah lapangan.

"Ibu istigfar, jangan seperti ini. Ayo ibu istigfar, kuat ya," kata Polwan.

Prosesi penyerahan jenazah pun dimulai. Keluarga menyerahkan jenazah Gilang kepada kepolisian untuk kemudian dibawa ke Klaten guna dimakamkan.

Diiringi musik drum band, anggota kepolisian membawa jenazah Gilang menuju ambulans. Orangtua dan beberapa saudara lainnya menyusul masuk ambulans.

Jenazah korban bom Kampung Melayu kemudian dibawa ke Bandara Soekarno-Hatta untuk diterbangkan ke Bandara Adi Sucipto Yogyakarta. Rombongan kemudian menempuh jalan darat menuju Klaten.