Liputan6.com, Jakarta - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly meminta DPR segera merevisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU Terorisme). Menurut Yasonna, hal ini berkaca pada adanya aksi teror bom bunuh diri di Terminal Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur.
"Secepatnya. Sudah sangat lama sekali. Kalau saya tidak salah sudah setahun," kata Yasonna di Rumah Sakit Premier Jatinegara, Jakarta Timur, Minggu (28/5/2017).
Yasonna memang tidak menjelaskan secara rinci, poin-poin yang menjadi perhatiannya untuk direvisi. Namun revisi UU Terorisme ini dinilainya penting dilakukan agar ada aturan atau payung hukum pencegahan aksi teror.
Advertisement
"Karena begini, kalau Undang-undang terorisme sekarang kan sifatnya setelah peristiwa baru bisa (ambil tindakan). Nah sekarang kita mau antisipatif," ucap Yasonna.
Sebelumnya, Panitia Khusus (Pansus) Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU Terorisme), berkomitmen menuntaskan pembahasan tahun ini.
"Pansus akan menyelesaikan tahun ini, dengan jadwal yang disepakati sekitar Oktober-November," kata anggota Pansus Bobby Adhityo Rizaldy saat dihubungi di Jakarta, Sabtu 27 Mei 2017 lalu.
Politikus Partai Golkar ini menjelaskan, belum rampungnya revisi UU Terorisme, karena banyak klausul yang harus disepakati pemerintah dan DPR.
"Mengingat banyak sekali yang perlu disepakati bersama pansus dan pemerintah, seperti penahanan preventif dari tujuh hari menjadi 30 hari. Lalu teknis sinkronisasi dengan KUHP, dan juga muatan-muatan lain seperti kelembagaan BNPT, pelaksanaan program deradikalisasi, perlindungan korban teror, juga keterlibatan anak dalam aksi terorisme," kata dia.