Liputan6.com, Yogyakarta Hampir 88 tahun, Tolak Angin tidak pernah diam dan bergerak menyusuri dinamika zaman. Sebuah merek yang gaungnya sebesar tempat produksinya, Sido Muncul.
Pada 1951 di Semarang, tirai dibuka. Papan bertuliskan Pabrik Djamu Sido Muntjul menjadi pertanda perjalanan Tolak Angin menembus kerasnya persaingan bisnis jamu di Indonesia.
Namun tidak banyak yang tahu, jauh sebelum itu Tolak Angin sudah lebih dulu ada. Pada 1930, Ibu Rakhmat Sulistyo menemukan formula Tolak Angin. Bentuknya masih berupa rempah-rempah, seperti jahe, adas, kayu ules, daun mint, dan daun cengkeh yang harus digodok sebelum diminum.
Advertisement
Sepuluh tahun kemudian, nenek dari Irwan Hidayat, Direktur Marketing Sido Muncul, itu mulai memasarkan jamu di rumahnya yang berlokasi di Jalan Ketandan Nomor 8 Yogyakarta. Pada 1949, sang nenek mengungsi ke Semarang karena Agresi Militer Belanda II. Irwan yang ketika itu masih berusia dua tahun ikut serta.
"Saya belum mengenal Tolak Angin ketika masih berbentuk rempah-rempah, yang saya tahu pada 1951 yang dibuat sudah berbentuk serbuk," ujar Irwan di sela-sela syuting iklan sejarah Tolak Angin di Yogyakarta, Sabtu, 27 Mei 2017.
Tolak Angin serbuk bertahan 40 tahun sampai tuntutan zaman mengharuskan kepraktisan sebagai salah satu ciri manusia modern. Sido Muncul menghadirkan Tolak Angin berbentuk cair dalam kemasan sachet. Meskipun mengalami metamorfosis fisik, resep atau formulasi Tolak Angin tidak pernah berubah, tidak berganti dari generasi ke generasi.
"Ada tiga orang yang pegang resep Tolak Angin, salah satunya ibu saya," kata ayah dari tiga anak ini.
Resep Tolak Angin yang autentik diuji pada tahun 2000. Saat itu Sido Muncul menguji keamanan produk atau toxicity dengan Universitas Sanata Dharma. Irwan tidak menampik sempat muncul kekhawatiran jika resep yang selama ini dipakai turun temurun tidak lolos uji.
"Akhirnya kami rapat keluarga besar dan sepakat untuk tetap menguji produk, dan apabila ternyata tidak aman, kami juga sepakat akan mengganti resep," ucapnya.
Namun, apa yang dikhawatirkan Irwan tidak terjadi. Tolak Angin lolos uji keamanan dengan mulus. Bahan-bahan yang digunakan sudah pasti aman. Ia punya keyakinan jika melakukan proses yang baik dan aman bagi masyarakat, pasti bisa menghasilkan produk yang dipercaya dan langgeng.
"Kalau kami tidak membuktikan keamanan atau toxicity maka yang rugi masyarakat dan tidak ada gunanya juga kami menjadi pengusaha, kami ingin produk yang baik dan tidak merugikan," tutur Irwan.
Ia juga bercerita perihal syuting iklan Tolak Angin yang mengambil tema utama sejarah lahirnya Tolak Angin. Tujuannya, supaya masyarakat yang selama ini mengkonsumsi produk-produk Sido Muncul bisa memahami latar belakang terciptanya Tolak Angin. Iklan yang dibuat dalam dua bahasa Indonesia dan Inggris ini juga sebagai dokumentasi sejarah bagi generasi penerus Sido Muncul.
"Kami ingin produk kami bisa masuk ke pasar negara-negara mainstream seperti Jepang dan Korea Selatan," kata Irwan.
Pembuatan iklan Sejarah Tolak Angin ini mengambil lokasi di sebuah rumah tua di Kotagede Yogyakarta. Alur iklan juga menekankan tentang formula jamu yang tidak pernah berubah sekalipun wujudnya mengikuti kebutuhan zaman.
Maria Reviani Hidayat, putri sulung Irwan Hidayat, bercerita bahwa ia memiliki tantangan sebagai generasi keempat produk yang diwariskan turun menurun.
"Harus terus berinovasi supaya produk ini tidak hanya 88 tahun, tetapi bisa bertahan seterusnya," ucap Ria, sapaan akrabnya.
Kakak dari Mario Arnaz Hidayat dan Marco Jonathan Hidayat ini menyebutkan inovasi yang dimaksud beragam, mulai dari format, kemasan, serta cara pemasaran. Ia mencontohkan, perubahan Tolak Angin dari serbuk ke cair menjawab tuntutan zaman saat ini.
"Tidak menutup kemungkinan ada bentuk lain yang disesuaikan dengan masa mendatang," kata Ria.
Ia bercita-cita produk ini mendunia. Saat ini sudah masuk ke beberapa negara dan merambah pasar mainstream.
"Dulu targetnya adalah orang Indonesia yang kerja di luar negeri, sekarang juga menyasar masyarakat negara lain," ujar Ria.
(Adv)