Liputan6.com, Jakarta - Hubungan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ternyata tidak hanya pada proyek e-KTP, tetapi juga pada proyek sebelumnya, yakni menjadi subkontraktor proyek pengadaan baju hansip di Kemendagri.
"Pernah kerjakan baju hansip, kopel, dan sabuk saya terima subkon," kata Andi saat menjadi saksi di sidang kasus e-KTP, di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin, 29 Mei 2017.
Andi menjadi saksi untuk dua orang terdakwa yaitu Mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.
Advertisement
"Saya mengerjakan tahun 2009 nilainya sekitar Rp 10 miliar," ungkap Andi Narogong.
Andi mengaku pemilik dari tiga perusahaan yaitu PT Cahaya Wijaya Kusuma, PT Lautan Makmur Perkasa, dan PT Armor Mobilindo. Namun, meski ia memiliki tiga perusahaan itu, ia menaruh uang di sejumlah rekening milik ipar dan istri-istrinya sejumlah puluhan miliar, bukan di rekening perusahaannya.
"Terungkap ada Rp 83 miliar di rekening Melianawati yang ditukar mata uang asing, uang itu milik siapa?" tanya Jaksa Penuntut Umum (JPU)Â Abdul Basir.
"Itu uang saya, yang disimpan di rekening ipar saya Melianawati, juga rekening Ahmad Jaya Harsono, kakak ipar saya, rekening istri saya untuk memudahkan operasional saya dalam transaksi perbankan," tambah Andi.
Uang itu menurut Andi berjumlah puluhan miliar.
"Kalau di istri-istri saya jumlahnya lebih dari Rp 50 miliar tapi kalau di Meliana hanya operasional saja sekitar Rp 10 miliar. Usaha saya berkembang dari garmen, asesoris, properti, dan lainnya kalau uang ditaruh di rekening perusahaan saya harus antre bolak-balik, jadi harus punya orang-orang kepercayaan untuk operasional tersebut," ungkap Andi.
Selain Irman dan Sugiharto, KPK juga menetapkan Andi Agustinus alias Andi Narogong sebagai tersangka korupsi e-KTP yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 2,314 triliun dari total anggaran Rp 5,95 triliun.
Satu tersangka lain adalah mantan anggota Komisi II asal fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani yang disangkakan pasal memberi keterangan tidak benar di sidang kasus e-KTP.