Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan(BPK) Bahrullah Akbar menegaskan akan ada sanksi pencopotan terhadap dua auditor utama BPK, ALS (auditor BPK) dan RS (eselon I BPK), yang menjadi tersangka kasus suap dalam pemberian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).
Pencopotan tersebut akan dilakukan jika keduanya memang terbukti bersalah.
Baca Juga
"Itu sudah otomatis (dicopot) walaupun ada proses kepegawaian yang nanti kita ikuti. Tentu kita enggak boleh melanggar aturan-aturan kepegawaian. Pasti itu, pasti (dicopot)," tegas Bahrullah Akbar di Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin, 29 Mei 2017.
Advertisement
"Kalau jenjang tindak pidana ada jalur Majelis Kehormatan Kode Etik. Kalau ini kan sudah kita serahkan sepenuhnya ke KPK untuk menindaklanjuti proses hukum yang terjadi. Tentu kami tidak tolerir lah hal-hal seperti ini," lanjut dia.
Bahrullah Akbar juga mengatakan akan ada evaluasi internal yang dilakukan terutama terkait sistem audit di lembaga keuangan tersebut.
"By system kita review kembali sistem yang kita bangun. Ada tiga pilar sistem yang kita bangun di sana. Sistemnya, orangnya, dan external environtment-nya, komunikasi. Insyaallah kita perbaiki," kata dia.
"Kami kan lagi kena musibah ini. Kita akan perbaiki. Ini kan negara punya sama-sama. Kalau kami punya kekurangan, kita perbaiki. Sumber daya manusia kebetulan saya yang bertanggung jawab, sebagai wakil ketua," tutup Bahrullah Akbar.
KPK sebelumnya melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Jumat, 26 Mei 2017. Operasi lembaga antirasuah itu dilakukan di dua tempat, yakni di gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan kantor Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT). Dari OTT, KPK mengamankan tujuh orang.
Penyidik KPK juga menemukan uang Rp 40 juta di ruangan Ali Sadli. Uang itu diduga kuat terkait suap pada kasus yang berkaitan dengan pemberian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada laporan keuangan lembaga tersebut. Uang Rp 40 juta yang diduga merupakan bagian total komitmen Rp 240 juta karena sebelumnya di awal Mei sudah diserahkan Rp 200 juta.
Selain itu, KPK pun menemukan Rp 1,145 miliar dan 3 ribu dolar AS di brankas Rochmadi. Namun, uang itu belum diketahui apakah terkait dengan tindak pidana korupsi atau tidak.