Sukses

100 Tahun Sumitro Djojohadikusumo, Teladan dari Sang Begawan

Sumitro banyak menghasilkan pemikiran tentang perekonomian bangs. Dia ditunjuk menjadi menteri di orde lama dan orde baru.

Liputan6.com, Jakarta - Sejarah Indonesia pernah mencatat nama Sumitro Djojohadikusumo sebagai salah satu Begawan Ekonomi Indonesia. Dia juga dikenal sebagai pendiri Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Tepat 29 Mei 2017 kemarin, merupakan peringatan ke 100 tahun Sumitro Djojohadikusumo.

Bagi Keluarga, sosok Sumitro banyak memberikan teladan yang tak ternilai. Putra bungsu Sumitro, Hashim Djojohadikusumo mengatakan banyak jejak pemikiran yang menjadi warisan tidak saja bagi keluarga, tetapi juga bagi bangsa Indonesia.

"Perjuangan dan jejak para pendahulu di negeri ini harus diteruskan dari generasi ke generasi, menjadi sumber semangat dan teladan menuju masa depan yang lebih baik, bagi bangsa Indonesia," ujar Hashim dalam acara Mengenang 100 Tahun Sumitro Djojohadikusumo, di Jakarta, (30/5/2017).  

Sepanjang karirnya di pemerintahan, Sumitro beberapa kali dipercaya menjadi menteri di beberapa kabinet. Menteri Perekonomian (1950-1951), Menteri Keuangan (1952-1953 dan 1955-1956), Menteri Perdagangan (1968-1973), Menteri Negara Riset (1973-1978).

Sementara itu, Ketua Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial(LP3S) Dawam Rahardjo menjelaskan, sejarah mencatat, ketika Sumitro menjabat Menteri Perekonomian, pemerintah Indonesia meluncurkan Sistem Ekonomi Gerakan Benteng, program ini bertujuan mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional.

"Sistem ini menumbuhkan pengusaha bangsa Indonesia. Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional," ucap Dawam.

Selain itu, pemikirannya tentang pembentukan modal dalam negeri, dengan pemberdayaan dan memperkuat koperasi juga patut diperhatikan, implementasi yang dilakukan di masa itu adalah dengan membentuk modal bagi pembangunan industri.

"Memberikan hak monopoli impor bahan baku batik pada koperasi terbesar waktu itu yaitu Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI)," kata dia.

Dengan keuntungan besar yang diperoleh koperasi, maka modal investasi domestik dapat dibentuk. Modal milik koperasi itulah yang dipakai untuk mendirikan sendiri industri bahan baku batik baik oleh GKBI maupun koperasi-koperasi primer.

"Dalam membangun ekonomi Indonesia, memang harus ada keberpihakan yang jelas pada rakyat, ini kunci pemikiran Sumitro," kata Dawam.

Disisi lain, Prabowo Subianto yang merupakan putra pertama, anak kedua dari Sumitro Djojohadikusumo dalam kenangannya mengatakan bahwa dari sang ayah ia banyak mendapatkan nilai-nilai cinta tanah air, nasionalime dan patriotisme.

"Ayah saya selalu bicara tentang perjuangan Pangeran Diponegoro, Sultan Agung, Sudirman. Sejak kecil yang saya dengar adalah kebanggaannya pada bangsanya, hormati dan pikirkan rakyat kecil," kenang Prabowo.

Dia pun mengenang sosok sang ayah sebagai guru politiknya sejak muda. Dia mengaku banyak mendapatkan pembelajaran penting hingga dia memutuskan berkarir politik dengan mendirikan Partai Gerindra.

"Sumitro bagi kami adalah ayah, guru dan mentor. Yang paling berkesan dan masih relevan untuk bangsa kita saat ini adalah pesannya, kita boleh berbeda pandangan secara politik, tetapi untuk kepentingan nasional kita harus bersatu,” ujar Prabowo menutup kenangannya.