Liputan6.com, Medan - Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang dikeluarkan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) bukan jaminan tidak adanya penyimpangan dan praktik yang berpotensi merugikan keuangan negara.
Hal itu disampaikan Anggota V Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Isma Yatun ketika membacakan laporan hasil pemeriksaan BPK atas laporan keuangan Pemprov Sumut dalam rapat paripurna DPRD Sumut di Medan, Selasa, 30 Mei 2017, seperti dilansir Antara.
Baca Juga
Menurut Isma Yatun, pemeriksaan keuangan yang dilakukan BPK tidak dimaksudkan untuk mengungkapkan adanya penyimpangan (fraud) dalam pengelolaan keuangan.
Advertisement
Pemeriksaan tersebut hanya bertujuan untuk memberikan opini mengenai kewajaran atas penyajian laporan keuangan yang disampaikan.
Dalam pemeriksaan itu, BPK hanya memeriksa kesesuaian laporan dengan Standar Akuntansi Pemerintah, kecukupan informasi laporan, efektivitas sistem pengendalian intern, dan kepatuhan terhadap perundang-undangan.
Dari pemeriksaan tersebut, BPK akan memberikan opini yang terdiri dari Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Tidak Wajar, dan Tidak Menyatakan Pendapat.
Karena itu, pemeriksaan yang dilakukan BPK tidak ditujukan untuk mengungkap atau menemukan penyimpangan, termasuk yang berpotensi merugikan keuangan negara.
Namun jika menemukan penyimpangan, kecurangan, atau pelanggaran tersebut, pemeriksa harus menyampaikannya dalam Laporan Hasil Pemeriksaan.
Dalam batas tertentu terkait materialitasnya, temuan atas dugaan penyimpangan tersebut bisa saja tidak mempengaruhi opini atas kewajaran laporan.
Dengan demikian, opini yang diberikan BPK, termasuk opini WTP hanyalah pernyataan profesional pemeriksa atas kewajaran laporan, bukan janis tidak adanya penyimpangan.
"Ini perlu kami sampaikan, mengingat masih banyak kesalahpahaman dari sebagian kalangan atas makna opini BPK," ujar dia.
Dalam rapat paripurna tersebut, BPK memberikan opini WTP atas laporan keuangan Pemprov Sumut tahun 2016. Opini WTP tersebut merupakan yang ketiga kalinya diraih Pemprov Sumut karena pernah meraihnya pada tahun 2014 dan 2015.
Suap WTP Kemendes
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tujuh orang terkait kasus dugaan suap pemberian predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Kemendes PDTT, Jumat 26 Mei 2017.
Tujuh orang tersebut adalah ALS (auditor BPK), RS (eselon I BPK), JBP (eselon III Kemendes), sekretaris RS, sopir JBP, seorang satpam, dan SUG (Irjen Kemendes PDTT).
Dari tujuh orang yang diamankan, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka, yakni Irjen Kemendes SUG, JBP, RS, dan ALS. SUG diduga melakukan pendekatan ke BPK dengan menggunakan kode 'perhatian' untuk WTP 2016.
Selain menangkap tujuh orang, KPK juga menyita sejumlah uang Rp 40 juta di ruang ALS, yang diduga sebagai fee dari komitmen Rp 270 juta. Diduga, SUG memberikan ALS Rp 200 juta pada awal Mei 2017.
Selain Rp 40 juta, turut disita uang Rp 1,145 miliar dan USD 3.000 di ruang ALS. Namun, KPK belum mengetahui apakah uang ini terkait kasus yang sama atau tidak.
Advertisement