Sukses

BLK Palangka Raya Perlu Perhatian Pemerintah Pusat

Tim Kunjungan Kerja Komisi IX DPR RI yang dipimpin Syamsul Bachri (F-PG) meninjau Balai Latihan Kerja (BLK),Dinas Tenaga Kerja Palangka Raya

Liputan6.com, Jakarta Tim Kunjungan Kerja Komisi IX DPR RI yang dipimpin Syamsul Bachri (F-PG) meninjau Balai Latihan Kerja (BLK), Dinas Tenaga Kerja Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Selasa, (2/5/2017). Setiba di BLK, Tim Kunker Komisi IX DPR langsung meninjau beberapa ruang latihan yakni, ruang listrik, ruang otomotif, dan ruang meubel.

“Hari ini kita meninjau BLK Palangka Raya untuk melihat sejauh mana perkembangan BLK ini. Di ruang bengkel atau ruang otomotif kita temukan alat-alat praktik yang masih jadul dan berdebu. Ini tidak pas dengan daya serap industri sekarang,” kata Syamsul.

Pasalnya, BLK yang seluas 2 hektar ini menjadi tidak produktif, karena satu angkatan hanya menghasilkan 12 orang, “Kami memang kurang puas dengan kinerja BLK yang ada di sini, terkait peralatan yang tidak memadai dan ketinggalan zaman, serta optimalisasi pemanfaatan yang sangat rendah di tanah seluas 2 hektar ini,” katanya.

Menurutnya, instruktur pengajar juga sangat minim, itu terjadi karena fasilitas dari pemerintah sedikit dan biaya BLK sangat rendah sehingga optimalisasi menjadi berkurang.

“Mereka belum tahu dengan adanya slogan program dari Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker), yaitu reorientasi dan rebranding ini, karena kurang adanya sosialiasi. BLK di sini seperti di daerah lain yang bernasib sama dengan BLK yang sudah diserahkan ke pemerintah daerah. BLK sampai saat ini tidak difungsikan dengan baik untuk peningkatan kualitas SDM. Apabila ini dilakukan berkelanjutan, maka akan mubazir," tambahnya.

Ia melanjutkan, harusnya BLK dapat memberi pelatihan yang optimal, sertifikasi, dan penempatan yang tepat guna menghadapi pasar dagang zaman ini, sehingga produktivitasnya benar-benar bisa diandalkan.

Lebih lanjut Politisi asal F-PG ini mengatakan bahwa pemerintah daerah setempat membiayai BLK sangat rendah. Bantuan dari pemerintah pusat juga tidak menggembirakan.

“Frekuensi BLK minim, karena tidak didukung dengan biaya yang cukup,” tutupnya.

(*)