Liputan6.com, Jakarta - Ahli Digital Forensik Ruby Alamsyah mengatakan, dalam sehari rata-rata terdapat 10 sampai 15 situs pemerintahan yang diretas. Peretasan itu dinilai lebih sebagai portofolio hasil kinerja hacker atau peretas. Karena itu, kata dia, peretasan menjadi sebuah rutinitas oleh pihak tertentu.
"Biasanya lebih dilakukan untuk menyampaikan kalau mereka bisa menghafal dan itu sebagi portofolionya. Sebanyak apa mereka hack dan itu sebagai buktinya," ucap Ruby di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (31/5/2017).
Baca Juga
Selain itu, kata Ruby, alasan peretasan yaitu ingin dikenal dan adanya pengakuan oleh masyarakat.
Advertisement
"Seperti pada situs Kejagung dan Dewan Pers tadi pagi. Itu di-hack oleh peretas yang mencoba ingin menyampaikan pesan atau opini ke sebuah situs pemerintahan agar bisa viral dan diungkap media," ujar dia.
Tetapi Ruby sangat menyayangkan dari beberapa peretasan dengan teknik defacing atau mengganti halaman awal website itu, pengelolanya tidak melaporkan kepada pihak berwajib, sehingga hal itu tidak membuat efek jera pelakunya.
"Sehingga penegak hukum pun tidak melakukan proses penyelidikan apa-apa. Paling cuma admin atau orang IT masing-masing pemerintahan itu, cuma lebih waspada dan hanya menjaga sistemnya agar sedikit sulit untuk dilakukan hacking-an," jelas Ruby.
Situs dewanpers.or.id sebelumnya diretas oleh pihak yang mengatasnamakan diri sebagai M2404. Situs itu diketahui mulai berubah tampilan pada Rabu (31/5/2017) dini hari.
Selain laman Dewan Pers, situs Kejaksaan Agung RI, kejaksaan.go.id juga diretas pada Senin 31 Mei dini hari. Laman situs tiba-tiba berubah menjadi hitam.