Liputan6.com, Jakarta - Aktivis Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Yati Andriyati, menilai, ada kejanggalan dalam proses pengungkapan kasus penyerangan air keras terhadap Novel Baswedan .
"Ada kejanggalan proses penyelidikan," kata Yati di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat 2 Juni 2017.
Ia melanjutkan, setidaknya ada empat kejanggalan dalam kasus ini. Pertama, saat polisi mengaku tidak menemukan sidik jari penuh dari barang bukti cangkir yang diduga menjadi wadah air keras yang disiramkan ke Novel. Polisi hanya menemukan sedikit jejak sidik jari yang ada di pegangan cangkir.
Advertisement
Kejanggalan kedua, tidak dibukanya CCTV yang bisa jadi petunjuk kuat dalam kasus Novel. Menurut Yati, hal ini di luar kebiasaan polisi dalam menangani kasus-kasus besar. Apalagi dari situ, masyarakat bisa tahu dan kemungkinan akan memberi informasi tambahan kepada polisi.
"Ketiga, beberapa orang yang ditangkap kembali dilepaskan tanpa diketahui hasil pemeriksaan yang jelas," kata dia.
Polisi menyebut dua dari tiga orang yang pernah ditangkap dan diperiksa hanya mata elang.
"Ini janggal juga melepas setelah menangkap. Mata elang dalam kebiasaan pekerjaannya tidak seperti itu. Kita semua hampir tahu bagaimana kerja mata elang," kata dia.
Yati menambahkan, kejanggalan keempat adalah maju mundurnya atau tidak konsistennya pernyataan polisi soal perkembangan kasus Novel. Beberapa kali Mabes Polri, baik Kadiv Humas atau Kapolri mengatakan, telah mengetahui pelaku. Namun, keterangan itu direvisi kembali oleh penyidik Polda yang menyebutkan orang-orang yang ditangkap bukanlah pelaku.
"Kita masih memiliki beberapa kejanggalan yang tidak bisa diungkapkan saat ini. Tidak etis jika dibuka sekarang dan hal tersebut sangat sensitif," ujar Yati.
Novel Baswedan diserang dengan air keras oleh dua orang tak dikenal pada Selasa 11 April 2017. Kondisi mata penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan masih belum kembali normal hingga saat ini.