Liputan6.com, Jakarta Mantan terpidana kasus terorisme Sofyan Tsauri mengatakan, Revisi Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme harus memuat jumlah kompensasi yang ditujukan untuk para korban aksi terorisme.
"Korban harus diberi kompensasi yang layak. RUU agar bersikap adil terhadap para korban. Pemerintah harus hadir dalam penanganan korban," kata Sofyan dalam diskusi 'Membedah Revisi Undang-undang Anti Terorisme' di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (3/6/2017).
Baca Juga
Sofyan yang merupakan mantan anggota Alqaeda mengatakan, terorisme adalah ancaman yang nyata dan berpotensi menimbulkan banyak korban tak berdosa.
Advertisement
Untuk itu, ia meminta DPR agar obyektif dalam menggodok Revisi UU Pemberantasan Terorisme supaya mencegah banyak korban berjatuhan akibat aksi terorisme.
"Revisi UU Terorisme agar adil terhadap para korban," harap dia.
Terbelah
Sementara anggota Panitia Khusus Revisi UU Terorisme, Bobby Adhityo Rizaldi mengakui bahwa pandangan anggota DPR masih terbelah dalam merumuskan Revisi UU Terorisme.
"Politik DPR dan pemerintah belum menemukan titik temu. Kami DPR terbelah," kata Bobby dalam kesempatan yang sama.
Pihaknya mengatakan sangat berhati-hati dalam menggodok Revisi UU Terorisme ini karena ada kekhawatiran para anggota dewan, jika masyarakat tidak suka dengan hasil Revisi UU yang kemudian akan disahkan menjadi UU, dapat membuat mereka tidak terpilih lagi dalam Pemilu 2019.
"Secara pragmatis jelas, kami ingin membuat UU Terorisme yang humanis. Tapi kami juga sama-sama bingung jika kami buat UU yang tidak disukai masyarakat. Semua khawatir tidak dipilih lagi," kata anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar ini.
Ideologi dari Balik Bui
Peneliti Kajian Strategis Intelejen Universitas Indonesia, Ridlwan Habib mengatakan masih adanya pelaku terorisme di Indonesia dikarenakan masih adanya ideologi-ideologi yang terus berkembang. Bahkan perkembangannya tidak dioungkiri dari balik jeruji besi.
"Masalah ideologi yang melatarbelakangi aksi kekerasan. Aksi terorisme itu sampai hari ini masih hidup, bahkan bisa hidup dalam penjara," kata Ridlwan di tempat sama.
Menurut dia, hal ini bisa dilihat saat pelaku terorisme yang keluar dari penjara, bisa melakuan teror kembali di Indonesia, ini dikarenakan masih adanya ideologi yang memicu timbulnya pelaku terorisme kembali.
"Terorisme yang di Cipinang pun begitu dia keluar dia bisa menyerang lagi bom Thamrin, lalu dikabarkan bom Kampung Melayu ini menjalani kontak juga dengan Aman Abdurahman (narapidana gembong terorisme) di Nusakambangan," ucap Ridlwan.
Jadi, kata dia, Nusakambangan tidak merintangi penyebaran paham radikal.Â
Â