Sukses

Penahanan Ditangguhkan, Sri Bintang Enggan Wajib Lapor Polisi

Sri Bintang menjelaskan tersangka yang ditangguhkan penahanannya memiliki kewajiban lapor dua kali dalam sepekan.

Liputan6.com, Jakarta - Tersangka dugaan pemufakatan makar Sri Bintang Pamungkas tak lagi mendekam di sel tahanan. Penahanan aktivis 98 itu ditangguhkan sejak pertengahan Maret 2017 dengan alasan kesehatan.

Kendati, Sri Bintang tidak pernah melakukan wajib lapor sebagaimana tersangka lain yang penahanannya ditangguhkan.

"Saya enggak pernah lapor. Ngapain?" ujar Sri Bintang saat menghadiri sidang putusan terdakwa ujaran kebencian Rizal dan Jamran di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (5/6/2017).

Sri Bintang menjelaskan tersangka yang ditangguhkan penahanannya memiliki kewajiban lapor dua kali dalam sepekan. Setiap Senin dan Kamis ia diwajibkan melapor Mapolda Metro Jaya.

Dia juga mengaku beberapa kali dicari penyidik melalui sambungan telepon rumahnya. "Ada telepon ke rumah, tapi yang terima anak saya," kata Sri Bintang.

Aktivis sekaligus dosen itu tetap pada keyakinannya bahwa apa yang dituduhkan polisi kepada dirinya tak benar. Sebab, apa yang ia lakukan bersama sejumlah aktivis dan tokoh nasional yang ditangkap jelang Aksi 212 itu, adalah bentuk kritik terhadap pemerintah.

"Tuduhannya palsu itu, siapa yang melakukan makar? Kecuali dia menuduhkan dengan pasal yang lain. Tapi kalau pakai pasal makar mana ada buktinya?" kata dia.

Sri Bintang menilai polisi tidak miliki bukti kuat atas penetapan tersangka pemufakatan makar terhadap sejumlah aktivis dan tokoh nasional. Hal itu terbukti dengan berlarutnya kepolisian menangani kasus ini.

Dengan begitu, Sri Bintang meminta agar penyidik Polda Metro Jaya segera mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), terhadap dirinya dan sejumlah tersangka makar yang ditangkap pada awal Desember 2016.

"Mestinya enggak cuma saya (yang minta SP3), tapi Rachmawati juga begitu, Kivlan Zein juga begitu," Sri Bintang menegaskan.

Sri Bintang Pamungkas ditangkap bersama 10 aktivis dan tokoh nasional pada Jumat 2 Desember 2016, atau jelang Aksi 212 di Monas, Jakarta Pusat. Mereka yang ditangkap mayoritas dituding telah melakukan pemufakatan makar.

Hingga kini, kasus Makar Jilid I ini belum juga bergulir ke persidangan. Hanya dua dari 11 orang tersebut yang telah dijatuhi vonis, yakni Rizal dan Jamran. Keduanya divonis bersalah melakukan ujaran kebencian melalui media sosial, bukan terkait pemufakatan makar.

Â