Sukses

Kwik Kian Gie: Sjamsul Nursalim Masih Punya Utang Rp 3,7 Triliun

Kwik mengaku pemeriksaan penyidik KPK juga terkait petani tambak Dipasena milik Sjamsul Nursalim dan Artalyta Suryani.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menko Perekonomian era Presiden Megawati Soekarnoputri, Kwik Kian Gie menyebut pemegang saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim masih memiliki utang kepada negara sebesar Rp 3,7 triliun.

Meski memiliki utang, Sjamsul Nursalim sudah mendapatkan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dari BPPN yang ketika itu dikepalai Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT).

"Apa betul masih ada utang Rp 3,7 triliun? Saya katakan setahu saya, iya (masih memiliki utang Rp 3,7 triliun)," ujar Kwik di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Selasa (6/6/2017).

Kwik Kian Gie diperiksa sebagai saksi dalam kasus skandal SKL BLBI terhadap Sjamsul Nursalim dengan tersangka Syafruddin Arsyad Temenggung.

Kwik mengaku, pemeriksaan terhadap dirinya juga terkait petani tambak Dipasena milik Sjamsul Nursalim. "Tadi (diperiksa) tentang Dipasena, mengena SKL yang telah diberikan," kata dia.

Kwik menjelaskan, dirinya sempat ditanya penyidik KPK terkait Artalyta Suryani. "Ini saya kasih satu lah secara umum di sini (memberikan sebuah buku). Bisa diperdalam," pungkas dia.

Sebagai informasi, SKL untuk BDNI diterbitkan Syafruddin Arsyad Temenggung selaku Kepala BPPN. Syafruddin Temenggung menjabat sebagai Kepala BPPN sejak April 2002.

Pada Mei 2002, dia mengusulkan kepada Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) untuk mengubah proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor BDNI kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun.

Hasil dari restrukturisasi tersebut, Rp 1,1 triliun dibebankan kepada petani tambak yang merupakan debitur BDNI. Sedangkan sisanya Rp 3,7 triliun, tetap harus dibayarkan BDNI.

Dalam kasus ini, KPK baru menetapkan Syafruddin sebagai tersangka.

Syafruddin disangkakan KPK melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.