Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengakui saat ini prinsip-prinsip kebangsaan memudar apalagi di tengah maraknya teknologi informasi dan komunikasi. Untuk itulah MPR melakukan Sosialisasi Empat Pilar.
Dikatakan oleh Hidayat, pada masa Presiden Soeharto dulu ada lembaga BP7, sebuah lembaga yang khusus mensosialisasikan dan membahas masalah Pancasila. Selain BP7, seluruh element masyarakat mulai dari SMP hingga mahasiswa bahkan juga kepada para pejabat, diberi Penataran P4. Penataran itu sampai 100 jam.
Hidayat Nur Wahid mengambil sisi positif dari kehadiran BP7 dan Penataran P4 namun ditegaskan metode sosialisasi saat ini berbeda dengan masa sebelumnya.
Advertisement
“Sosialisasi Empat Pilar saat ini dilakukan dengan cara diskusi, dialog, dan reformasi agar mudah diterima,” ujarnya saat memberi Sosialisasi Empat Pilar MPR, yakni Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, kepada masyarakat Jakarta Selatan, di Kebayoran Baru, 6 Juni 2017.
Hidayat Nur Wahid memuji Presiden Joko Widodo yang telah membentuk Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKPPIP). Lembaga ini membantu Presiden dalam pemantapan Pancasila.
"Ällhamdulilah telah terbentuk unit kerja itu,” ujarnya. Perlunya keterlibatan pemerintah dalam mensosialisasikan Pancasila, keinginan itu sebelumnya juga telah disampaikan MPR kepada Presiden.
Dalam sosialisasi tersebut Hidayat Nur Wahid memaparkan sejarah peran ummat Islam dalam proses lahirnya Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Dikatakan, sebenarnya Pancasila telah disepakati seperti dalam Piagam Jakarta namun karena ada keberatan dari tokoh Indonesia timur maka tokoh-tokoh Islam rela untuk mengganti Sila I seperti yang tertera saat ini.
Dalam sejarah Indonesia, Hidayat Nur Wahid juga memaparkan Belanda mendorong agar bentuk Indonesia selepas diberi pengakuan adalah berbentuk serikat, RIS. Namun bentuk seperti ini ditolak oleh banyak kalangan. Dengan dipelopori oleh Mohammad Natsir, politisi dari partai Islam Masyumi, ia mengajukan Mosi Integral yang disampaikan ke Parlemen 3 April 1950.
“Dengan mosi itu maka Indonesia kembali ke bentuk NKRI,” ujarnya. “Kalau tidak ada Natsir, kita tidak mengenal NKRI,” tambahnya.
Lambang Garuda Pancasila pun disebut dirancang oleh seorang politisi Islam. Lambang Garuda Pancasila merupakan rancangan Sultan Hamid II dari Kesultanan Pontianak.
Dari sejarah itulah Hidayat Nur Wahid menyayangkan kalau umat Islam dicurigai membahayakan NKRI. Dirinya berharap dengan sejarah ini umat Islam semakin memahami Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal IKa.
“Ïni akan membuat umat Islam cinta pada Indonesia,” ujarnya.
(*)