Liputan6.com, Jakarta Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri meminta kepada kepala daerah baik gubernur, walikota/bupati untuk mengawasi pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) yang harus dibayarkan pengusaha kepada pekerja. Permintaan tersebut dikuatkan dengan diterbitkannya Surat Edaran Kemnaker Nomor 03/2017 tentang Pembayaran Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2017.
“Para Gubernur/Bupati/Walikota diharapkan ikut mengawasi pembayaran THR di daerahnya. Pastikan para pengusaha membayar THR sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” kata Menteri Hanif, Jumat, 9 Juni 2017. “Pemberian THR merupakan kewajiban yang harus dibayarka kepada pekerja dan dibayarkan paling lambat tujuh hari sebelum hari”.
Dalam surat edaran tersebut, para kepala daerah juga diharapkan mengajak para perusahaan di daerahnya untuk mengadakan program mudik bersama. Dengan demikian perjalanan mudik lebih tertib dan terorganisir. Para kepala daetah juga diharap menginstruksikan kepada dinas ketenagakerjaan setempat untuk mendirikan Posko Satuan Tugas Ketenagakerjaan Peduli Lebaran 2017. Posko tersebut dimaksudkan untuk menerima pengaduan pekerja yang belum menerima THR serta sebagai pusat informasi bagi pengusaha yang berkonsultasi tentang teknik penghitungan THR.
Advertisement
Dijelaskan Menaker, ketentuan pembayaran THR telah diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6 tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Disebutkan setiap perusahaan yang mempekerjakan pekerja maka wajib memberikan THR Keagamaan kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja satu bulan secara terus-menerus atau lebih dan kepada pekerja yang mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu.
Ketentuan besarnya THR berdasarkan peraturan THR Keagamaan tersebut adalah, bagi pekerja yang bermasa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih maka mendapat THR sebesar satu bulan upah. Sedangkan masa kerja kerja satu bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan secara proporsional, dengan menghitung jumlah bulan kerja dibagi 12 bulan dikali satu bulan upah.
Adapun, bagi pekerja yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas, upah satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan jika pekerja memiliki masa kerja 12 bulan atau lebih. Namun, pekerja/buruh yang memiliki masa kerja dibawah 12 bulan, maka upah satu bulan dihitung berdasar rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja.
Bagaimana jika perusahaan yang telah menetapkan besaran THR dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama, lebih besar dari nilai THR sesuai Permenaker Nomor 6 Tahun 2016? “Yang dipakai sebagai ketentuan adalah peraturan perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama perusahaan,” kata Menaker.
(*)