Sukses

PBNU Desak Jokowi Cabut Kebijakan Sistem Belajar 8 Jam Sehari

Said mengatakan tidak semua anak didik mengalami masa sendirian di rumah untuk menanti orang tua yang sedang bekerja.

Liputan6.com, Jakarta - Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) meminta kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) untuk membatalkan kebijakan lima hari dengan delapan jam pelajaran atau Full Day School.

"Mengingat tingginya gejolak serta keresahan yang terjadi di masyarakat, maka PBNU akan meminta kepada presiden untuk mencabut kebijakan itu," ujar Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj di kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis, 15 Mei 2017.

Sebab, Said beralasan tidak semua anak didik atau siswa mengalami masa sendirian di rumah untuk menanti orang tua yang sedang bekerja.

"Itu tindakan yang keliru, itu dari realitas masyarakat urban dan perkotaan. Asumsi itu berasal dari pemahaman yang keliru bahwa seluruh orang tua siswa adalah pekerja kantoran," ujar dia.

Tak hanya itu, Said menyatakan jumlah masyarakat perkotaan juga tidak sebanyak mereka yang tinggal di daerah.

"Jumlah perkotaan hanyalah sejumput saja dan sisanya mereka itu hanya bekerja di sektor informal. Seperti petani, pedagang, nelayan," jelas Sa'id.

Sebelumnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan menerapkan program belajar delapan jam sehari, bagi semua jenjang sekolah, SD hingga SMA.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, program belajar delapan jam sehari baik untuk penguatan karakter tiap pelajar.

"Ini menjadi konsep umum program penguatan karakter. Secara umum ini penunjang ekstrakurikuler, memanfaatkan yang di dalam dan di luar sekolah," kata Muhadjir usai rapat di Gedung Majelis Ulama Indonesia (MUI), Jakarta Pusat, Rabu (14/6/2017).

Muhadjir menjelaskan, program delapan jam yang akan diterapkan pada tahun ajaran 2017-2018 ini berbeda dengan sistem full day school, yang umumnya diterapkan sekolah swasta.

Â