Sukses

Kisah Sopir Bemo yang Terancam Punah Mata Pencaharian

Sambil terbata-bata, sang sopir bemo mengungkapkan harapannya agar pemerintah dapat mendengar permintaannya.

Liputan6.com, Jakarta - Kedua tangan Ali bersimpuh di atas alat kemudi sambil menghitung lembaran uang rupiah yang diselipkan di dekat setir. Sang sopir bemo itu mendapatkan uang tersebut dari penumpang yang masih mau menggunakan jasa angkutan bemo tua miliknya. Ucapan syukur pun terus keluar dari mulut pria berusia 47 tahun itu.

Ali menyebut momen ini merupakan hari keberuntungannya. Dia mengaku sudah mengantongi uang Rp 75 ribu dari hasil menarik bemo. Padahal tadinya ia sempat dihinggapi rasa putus asa lantaran kesiangan. Jalan Rajiman, Buaran menuju jalan Pupar, Cakung atau sebaliknya menjadi rute jalan bemo tua miliknya yang sudah berusia 40 tahun lebih.

"Alhamdulillah dapat buat beli lauk buka sama buat sahur nanti. Keluar jam 09.00 WIB tadi lah. Udah kesiangan itu, kan kita ngejar orang pulang dari pasar. Tapi udah sampe Rp 75 ribu tinggal buat bensin 25 ribu bawa pulang 50 ribu udah cakep banget," kata Ali ditemui Liputan6.com di kolong flyover Buaran, Pondok Kopi, Jakarta Timur, Minggu (18/6/2017).

Dia bercerita, sudah 25 tahun menggantungkan hidupnya di jalan dan menarik bemo. Kemajuan jaman termasuk alat transportasi yang semakin modern tidak membuatnya bergeming untuk alih profesi. Keterbatasan biaya dan tak mengenyam bangku pendidikan menjadi alasannya.

"Tahun ini genap 25 tahun saya narik bemo. Ya dari ada bus tingkat sampai mobil handphone (online) tetep aja saya narik bemo. Habis gimana lagi buat bajaj aja DP nya 5 juta, nggak ada duit saya. Terus mau nyupir busway, saya itu nggak sekolah," ungkap dia.

Lebih jauh ia menyebutkan, bemo merupakan angkutan rakyat kecil yang beroperasi di pinggiran Ibukota. Sampai sejauh ini masih banyak warga yang membutuhkan jasa angkutan bemo. Selain lebih murah, bemo juga memiliki sejarah panjang dalam perkembangan transportasi di Jakarta.

"Kita juga tahu diri makannya beroperasi Rute pendek dan di Pinggiran. Kita mah terima bayar seikhlasnya aja. Bemo ini kan punya sejarah dan lagian banyak anak kecil dan ibu-ibu dari warga yang kurang mampu butuh bemo," ujar dia.

2 dari 2 halaman

Bemo Bakal Ditelan Zaman

Ali mengatakan, dia dan kawan-kawannya sudah mendengar informasi soal penertiban atau tidak dibolehkannya lagi bemo beroperasi. Namun dia meminta agar diberi kesempatan. Paling tidak sampai usai hari raya Lebaran tahun ini.

"Saya udah dengar, kemarin orang dishub juga ada yang ke pangkalan bilang lebih baik dijual aja atau ditawarin ke kolektor barang antik. Tapi tunggu paling tidak sampai lebaran ini. Ya saya sadar udah nggak layak operasi," kata Ali.

"Buat cari bayar zakat fitrah, beli makan lebaran kalau lebih buat beli baju. Tolonglah mengerti," timpal dia lagi.

Sambil terbata-bata, Ali menuturkan harapannya agar pihak pemerintah dalam hal ini Suku Dinas Perhubungan mau mendengar permintaan para sopir bemo. Mereka kebanyakan meminta agar bisa beroperasi dalam jangka waktu cukup lama. Atau dengan kata lain sampai bemo itu sendiri tidak lagi bisa jalan.

"Sabar, bemo udah nggak lama lagi ini koq hidupnya biarin aja mati, menghilang dengan sendirinya. Saya bilang begitu karena spare part juga udah nggak ada, terus biaya perbaikan juga mahal. Ini bemo di sini dari 74 unit sekarang tinggal 20 unit paling. Sisanya udah dikiloin," dia menandaskan.

Dinas Perhubungan DKI Jakarta telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 84 Tahun 2017. Surat tersebut berisi larangan beroperasinya angkutan becak motor (bemo) di wilayah DKI Jakarta sejak 6 Juni 2017.

Dishub DKI Jakarta kemudian berencana menjadikan bemo sebagai ornamen Jakarta di tempat-tempat pariwisata. Dishub akan berkoordinasi dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta untuk merealisasikan rencana tersebut.

"Bemo kan punya nilai historis di Jakarta. Supaya tidak hilang, mungkin saja kan ditawarkan untuk restoran sebagai ornamen-ornamen," kata Sigit.

Dishub kemungkinan akan bekerja sama dengan investor yang akan membeli bemo tersebut untuk kemudian difungsikan sebagai ornamen Jakarta. Satu unit bemo dihargai Rp 2,5 juta. Sementara itu, para sopir bemo yang memiliki SIM ditawari untuk menjadi sopir angkutan umum lainnya di Jakarta.

"Kami tawarkan yang punya SIM untuk mengoperasikan angkutan umum ya. Kami bantu melalui organda karena memang kebutuhan akan sopir ini masih banyak," ujar Sigit.

Sementara bagi sopir bemo yang tidak memiliki SIM, mereka bisa bekerja sebagai pegawai harian lepas (PHL), baik petugas penanganan prasarana dan sarana umum (PPSU), petugas parkir, PHL Dinas Kebersihan DKI (pasukan oranye), hingga pasukan lainnya.

 

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini: