Liputan6.com, Jakarta - Viral mengenai Patih Gajah Mada merupakan Patih Kerajaan Majapahit yang beragama Islam terus bergulir dan menjadi pembicaraan hangat hingga saat ini. Gajah Mada bahkan disebut mempunyai nama yang berbau muslim, yaitu Gaj Ahmada.
Penyebutan nama Gaj Ahmada disebut bersumber dari buku berjudul Fakta Mengejutkan: Majapahit Kerajaan Islam yang disusun oleh Herman Sinung Janutama.
Belakangan, sang penulis, Herman Sinung Janutama, membantah pernah menyebutkan nama Gajah Mada adalah Gaj Ahmada. Herman justru menyebut nama Patih Majapahit yang sebenarnya adalah Gajah Ahmada.
"Dalam penulisan Jawa, terlarang mematikan aksara Ja. Ga boleh dipangku, wo (WA) juga enggak boleh. Buku saya enggak ada menyebut Gaj Ahmada. Itu yang beredar di viral, bukan di buku saya," ujarnya di gedung Pimpinan Daerah Muhammadiyah, Kota Yogyakarta, Senin (19/6/2017).
Herman menjelaskan leburan suku kata Ah dalam bentukan kata Gajah Mada diatur dalam hukum bahasa Jawa dan Sansekerta yang disebut Garba. Gabungan dua kata atau lebih dalam kawi atau Sansekerta, tidak diizinkan kata Gaj, yang mematikan konsonan Ja.
Sebagaimana suku kata Wa juga tidak diizinkan dimatikan. Ia mencontohkan kata Giri Indra Rakyan maka jika digabungkan menjadi Giridrakyan. Itu karena suku kata tersebut harus lebur.
Karena itu, saat ia membaca kata Gajah Mada yang disambung, menurutnya tidak boleh dengan gajah dan Mada saja. Maka harus mengembalikan satu suku tersebut pada kata awalnya maka dibaca Gajah dan Ahmada. Aturan ini ada dalam bahasa Kawi.
"Itu Hukum Garba dalam bahasa Kawi. Mana mungkin saya katakan ini dalam viral," ujar dia.
Herman mengatakan alasan membaca nama Gajah Mada dalam hukum bahasa Kawi karena Gajah Mada hidup di era bahasa Kawi. Hal inilah yang mendasarinya untuk mengerti dan memahami nama Gajah Mada sebenarnya.
"Dalam bahasa Kawi atau Mardi Kawi ada cara menulis cara membaca dan cara menerjemahkan. Itu metodologi yang solid," Herman menandaskan.
Advertisement
Saksikan video menarik berikut: