Liputan6.com, Yogyakarta: Sosrowijayan Yogyakarta mampu bertahan sebagai kampung internasional sejak tahun 70-an hingga saat ini. Ini membuktikan, di tengah munculnya kawasan serupa dengan beragam fasilitas yang lebih baik, Sosrowijayan masih menjadi pilihan utama para turis mancanegara. Maklum, para wisatawan dapat menginap di tengah kota dengan tarif sangat murah.
Semula, pada 1972 kawasan yang dekat dengan stasiun kereta api tersebut hanya didiami beberapa penduduk. Mereka membuka jasa penginapan murah bagi turis asing. Sebab, para wisman dapat langsung beristirahat begitu keluar dari Stasiun Tugu. Tetapi, belakangan, hampir semua rumah di kampung yang berada di ujung utara Jalan Malioboro berubah fungsi menjadi losmen atau penginapan.
Agaknya, minat para turis mancanegara untuk tidur di kampung sempit tersebut tak kunjung surut. Walaupun sejak 1987, berdiri Kampung Internasional Prawirotaman. Bukan itu saja, banyaknya hotel besar di sekitar lokasi itu juga tak terlalu mempengaruhi tingkat hunian kampung yang akrab dengan turis berkantong tipis.
Soalnya, bagi wisatawan asing, tarif yang dikenakan di Kampung Sosrowijayan terhitung murah. Harganya berkisar antara Rp 6.000 hingga Rp 20 ribu per malam. Bandingkan saja dengan jasa yang harus dibayar di Kampung Prawirotaman misalnya. Di situ para wisman harus merogoh kocek mencapai tiga sampai 10 kali lipat. Bahkan, ada juga penginapan yang mematok tarif dolar.
Memang, banyak pemandu wisata dan biro perjalanan mengalihkan tamunya ke lokasi lain. Tetapi hal tersebut tak mengurangi jumlah tamu dan pesona Sosrowijayan. Selain itu, kunjungan para tamu asing juga berpengaruh positif bagi warga kampung di sana. Sebab, rata-rata pendapatan mereka relatif besar dan kemampuan berbahasa asing juga lumayan. Selain itu, para warga juga mengembangkan bisnis mereka seperti galeri, warung internet, dan kafe.
Tak dapat dipungkiri, dampak negatif juga menerpa warga setempat. Sebut saja dengan maraknya prostitusi dan kian sesaknya kampung di tengah kota budaya tersebut. Saat ini, kepadatan penduduk di Sosrowijayan cenderung tak terkendali. Hal tersebut tejadi lantaran masuknya penduduk luar daerah dan luar negeri yang ikut meramaikan usaha jasa di kawasan tersebut.(TNA/Wiwik Susilo dan Mardianto)
Semula, pada 1972 kawasan yang dekat dengan stasiun kereta api tersebut hanya didiami beberapa penduduk. Mereka membuka jasa penginapan murah bagi turis asing. Sebab, para wisman dapat langsung beristirahat begitu keluar dari Stasiun Tugu. Tetapi, belakangan, hampir semua rumah di kampung yang berada di ujung utara Jalan Malioboro berubah fungsi menjadi losmen atau penginapan.
Agaknya, minat para turis mancanegara untuk tidur di kampung sempit tersebut tak kunjung surut. Walaupun sejak 1987, berdiri Kampung Internasional Prawirotaman. Bukan itu saja, banyaknya hotel besar di sekitar lokasi itu juga tak terlalu mempengaruhi tingkat hunian kampung yang akrab dengan turis berkantong tipis.
Soalnya, bagi wisatawan asing, tarif yang dikenakan di Kampung Sosrowijayan terhitung murah. Harganya berkisar antara Rp 6.000 hingga Rp 20 ribu per malam. Bandingkan saja dengan jasa yang harus dibayar di Kampung Prawirotaman misalnya. Di situ para wisman harus merogoh kocek mencapai tiga sampai 10 kali lipat. Bahkan, ada juga penginapan yang mematok tarif dolar.
Memang, banyak pemandu wisata dan biro perjalanan mengalihkan tamunya ke lokasi lain. Tetapi hal tersebut tak mengurangi jumlah tamu dan pesona Sosrowijayan. Selain itu, kunjungan para tamu asing juga berpengaruh positif bagi warga kampung di sana. Sebab, rata-rata pendapatan mereka relatif besar dan kemampuan berbahasa asing juga lumayan. Selain itu, para warga juga mengembangkan bisnis mereka seperti galeri, warung internet, dan kafe.
Tak dapat dipungkiri, dampak negatif juga menerpa warga setempat. Sebut saja dengan maraknya prostitusi dan kian sesaknya kampung di tengah kota budaya tersebut. Saat ini, kepadatan penduduk di Sosrowijayan cenderung tak terkendali. Hal tersebut tejadi lantaran masuknya penduduk luar daerah dan luar negeri yang ikut meramaikan usaha jasa di kawasan tersebut.(TNA/Wiwik Susilo dan Mardianto)