Liputan6.com, Jakarta - Tradisi halal bihalal menjabarkan kepribadian bangsa Indonesia yang suka tolong menolong, gotong royong, dan menjadikan Idul Fitri sebagai momentum untuk memerkuat tali persaudaraan sambil bermaaf-maafan.
"Dalam perspektif kesejarahan, tradisi halal bihalal yang dimulai dengan penuh kesadaran baik di kalangan pemimpin nasional maupun masyarakat luas dimulai sejak 1948," kata Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto melalui keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Minggu (25/6/2017).
Baca Juga
Menurut Hasto, saat itu Indonesia dilanda berbagai persoalan seperti pemberontakan, dan elite politik yang saling bertengkar, serta tidak mau bermusyawarah.
Advertisement
Atas dasar hal tersebut pada pertengahan Ramadhan, Bung Karno memanggil KH Wahab Chasbullah ke Istana Negara guna diminta pendapatnya bagaimana lebaran menjadi momentum, agar para tokoh bangsa dan elite politik yang berbeda pendapat bisa bertemu dan bermusyawarah.
"Mendengar hal tersebut maka KH Wahab mengusulkan perlunya silaturahmi. Namun Bung Karno meminta istilah yang lain, dan akhirnya disepakati halal bi halal, yang maknanya saling menghalalkan," ujar dia.
Sejak 1948, kata Hasto, tradisi Idul Fitri menjadi momentum halal bihalal guna saling bermaaf-maafan dan mengedepankan persaudaraan sebagai satu bangsa.
PDIP, imbuh Hasto, mengajak seluruh komponen bangsa untuk benar-benar menggunakan momentum lebaran tersebut guna memerkokoh persaudaraan nasional agar bangsa ini dapat segera bangkit mengejar ketertinggalan dengan cara gotong royong.
"Seluruh kader partai menghikmati Idul Fitri tidak hanya sebagai hari kemenangan setelah satu bulan berpuasa, namun juga mengambil semangat halal bi halal tersebut guna meningkatkan kualitas kehidupan berbangsa. Selamat Idul Fitri," tandas Hasto Kristiyanto.
Â
Saksikan video menarik di bawah ini: